Rabu, 15 Mei 2013

Konsep Dasar Bahasa Kajian Kebahasaan SD




RESUME KAJIAN KEBAHASAAN SD

Tentang

OBJEK KAJIAN LINGUISTIK DALAM BAHASA

Description: Description: D:\REGULER 13\FHOTO R.13\unp.jpg

Oleh

Kelompok 5:

1.      AMRI RAZAK ( 1200557)
2.      ALDO JUANDRI ( 1200709)
3.      LUSIANA SAUDELLA (1200643)
4.      VINA IASHA (1200586)


Dosen Pembimbing:  Nur Azmi Alwi,S.S,M.Pd


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UPP IV BUKITTINGGI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
OBJEK KAJIAN LINGUISTIK DALAM BAHASA
            Setiap kegiatan yang sifatnya ilmiah tentu mempunyai obek kajian. Begitu juga dengan linguistik. Objek linguistik adalah bahasa. Namun ada juga disiplin ilmu lain yang menjadikan bahasa sebagai objek sampingannya. Oleh karena itu kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan bahasa itu sendiri, agar kita bisa memahami bagaimana pendekatan linguistic terhadap objeknya.
       I.            PENGERTIAN BAHASA
            Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian. Definisi bahasa menurut Sapir, Badudu, dan Keraf bahasa itu tidak menonjolkan fungsi, tetapi menonjolkan sosok bahasa itu seperti apa yang dikemukakan Kridalaksana dan juga Joko Kentcono, yaitu “Bahasa adalah system lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
            Istilah bahasa sering dugunakan dalam arti kiasan dan dalam arti harfiah. Bahasa yang digunakan dalam arti kiasan seperti "bahasa tari", "bahasa tubuh", "bahasa alam", dan sebagainya. Adapun arti bahasa dalam arti harfiah seperti yang kita temukan dalam ungkapan seperti "ilmu bahasa", "bahasa Indonesia", "Bahasa Inggris", dan lain sebagainya.
            Dalam pengertian demikian maka kita akan mengenal istilahlangage, langue, dan parole. Langange yaitu objek yang paling abstrak, karena dia berwujud bahasa secara universal. Langue yaitu objek yang abstrak, karena langue itu berwujud system suatu bahasa tertentu secara keseluruhan. Sedangkan parole yaitu objek konkret, karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan.
            Sebagai Objek kajian, parole merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran nyata diucapkan oleh para bahasawan dari suatu masyarakat bahasa. Langue merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud sistem suatu bahasa tertentu secara keseluruhan, sedangkan langage merupakan objek yang paling abstrak karena dia berwujud sistem bahasa secara universal. Yang dikaji linguistik secara langsung adalah parole itu, karena parole itulah yang berwujud konkret, yang nyata, yang dapat diamati, atau diobservasi. Kajian terhadap parole dilakukan untuk mendapatkan kadiah-kaidah suatu langue, dan dari kajian terhadap langue ini akan diperoleh kaidah-kaidah langage, kaidah bahasa secara universal.
            Dalam pendidikan formal di sekolah menengah, kalau ditanyakan apakah bahasa itu, biasanya akan menjawab “bahasa adalah alat komunikasi”. Jawaban itu tidak salah, tetapi juga tidak benar, sebab jawaban itu hanya menyatakan “bahasa adalah alat”. Jadi, fungsi dari bahasa itu yang di jelaskan, bukan “sosok” bahasa itu sendiri. Memang benar, fungsi bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, tetapi pertanyaan yang diajukan di atas bukan “apakah fungsi bahasa?” melainkan “apakah bahasa itu?” maka, jawabannya haruslah berkenaan dengan “sosok” bahasa itu, bukan tentang fungsinya. Jawaban bahwa “bahasa adalah alat komunikasi” untuk pertanyaan “apakah bahasa itu?” memang wajar terjadi karna karena bahasa itu adalah fenomena social yang banyak seginya. Sedangkan segi fungsi tampaknya merupakan segi yang paling menonjol di antara segi-segi yang lain. Karena itu tidak mengherankan kalau banyak juga pakar yang membuat definisi tentang bahasa pertama-tama menonjolkan segi fungsinya itu, seperti sapir (1221:8). Badudu (1989:3) dan keraf (1984:16).
            Jawaban terhadap pertanyaan “apakah bahasa itu?” yang tidak menonjolkan fungsi tapi menonjolan “sosok” seperti yang dikemukakan Kridalaksana (1983 dan juga dalam Djoko Kentjono 1982): “bahasa adalah system lambang bunyi yang arbitrer (tdk memiliki hubungan antara lambang bahasa yang brupa bunyi dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut), yang digunakan oleh para anggota kelompok social untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri” definisi ini sejalan dengan definisi dari barber, wardhough, trager, de Saussure dan bolinger. 
            Oleh karena itu, meskipun bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti, tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa, tetapi karena rumitnya menentukan suatu parole bahasa atau bukan, hanya dialeg saja dari bahasa yang lain, maka hingga kini belum pernah ada berapa angka yang pasti, berapa jumlah bahasa yang ada di dunia ini.
    II.            Hakekat Bahasa
            Definisi bahasa dari kridalaksana yang dikutip di atas, dan sejalan dengan definisi mengenai bahasa dari beberapa pakar lain, kalau dibutiri akan didapatkan beberapa sifat dan ciri yang hakiki dari bahasa. Sifat atau ciri itu, antara lain, adalah (1) bahasa itu adalah system, (2) bahasa itu wujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik, (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi social, dan (13) bahasa itu merupakan identitas penuturnya.
1.      Bahasa adalah sebuah sistem
            Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. Sebagai sebuah sistem, bahasa sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis, artinya bahasa tersusun berdasarkan suatu pola tertentu, sedangkan sistemis artinya bahasa bukan merupakan system tunggal, tetapi terdiri dari sub-sistem/sistem bawahan.
            Sebagai sebuah sistem bahas itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan sistematis, artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola; tidak tersusun secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal: tetapi terdiri juga terdiri juga dari subsistem: atau sistem bahasan.
            Jenjang subsistem dalam linguistik, dikenal dengan nama tataran linguistik atau bahasa. Jika diurutkan dari tataran terendah sampai tertinggi, yang menyangkut ketiga subsistem struktural yaitu tataran fonem, morfem, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
            Kajian linguistik itu sendiri terbagi dalam beberapa tataran, yaitu tataran fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan tataran leksikon. Tataran morfologi sering digabung dengan tataran sintaksis menjadi tataran gramatika atau tata bahasa. Ada juga tataran pragmatik, yaitu kajian yang mempelajari penggunaan bahasa dengan berbagai aspeknya.
2.      Bahasa sebagai lambang
            Kata lambang sering dipadankan dengan simbol dengan pengertian yang sama. Lambang termasuk dalam bidang kajian ilmu semiotika/semiologi yaitu ilmu yang meempelajari tanda-tanda yang ada kehidupan manusia, termasuk bahasa. Ilmu semiotika/semiologi ditokohi oleh Charles Sanders Peirce dari AS dan Ferdinand de Saussure dari Eropa yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam kehidupan manusia.
            Perbedaan yang mendasar mengenai tanda dengan lambang yaitu istilah tanda dalam bidang semiotika adalah sesuatu yang dapat mewakili ide, pikiran, benda, perasan, dan tindakan secara langsung atau alamiah. Misal, apabila kita melihat rumput dihalaman basah berarti menjadi tanda telah turun hujan.
            Sedangkan lambang atau simbol menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak secara alamiah dan konvensional. Misal, bendera kuning dijadikan tanda akan adanya kematian.
Tanda-tanda lain yang dijadikan objek dalam kajian semiotika yaitu :
a.       Gerak isyarat (gesture) yaitu gerak anggota badan tanpa bersifat imperatif. Gaya isyrat ini mungkin merupakan tanda mungkin juga merupakan symbol.
b.      Gejala (symptom) yaitu suatu tanda yang tidak disengaja, yang dihasilkan tanpa maksud , tetapi alamiah untuk menunjukkan atau mengungkapkan bahwa sesuatu akan terjadi. Gejala sebenarnya agak mirip dengan tanda, hanya gejala itu agak terbatas.sebab tidak  semua orang bisa menjelaskan artinya atau apa yang akan terjadi nanti, sedangkan tanda itu berlaku umum.
c.       Ikon yaitu tanda yang paling mudah dipahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang diwakili. Karena itu , ikon sering disebut gambar dari wujud yang diwakilinya.
d.      Indeks yaitu tanda yang menunjukkan adanya sesuatu yang lain. Contohnya, asap yang menunjukkan adanya api.
e.       Kode
Ciri kode sebagai tanda adalah adanya system, baik yang berupa symbol, sinyal, maupun gerak isyarat yang dapat mewakili pikiran, perasaan, ide, benda, yang disepakati dengan maksud tertentu.

3.      Bahasa adalah bunyi
            Dari dua pasal diatas telah disebutkan bahwa bahasa adalah system dan bahasa adalah lambang; dan kini, bahasa adalah bunyi, maka seluruhnya dapat dikatakan, bahwa bahasa adalah system lambang bunyi. Jadi, system bahasa itu berupa lambang yang wujudnya berupa bunyi. Masalahnya sekarang adalah apakah yang dimaksud dengan bunyi itu, dan apakah semua bunyi itu termasuk dalam lambang bahasa. Kata bunyi, yang sering sukar dibedakan dengan kata suara, sudah biasa kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Secara teknis, menurut kridalaksana (1983:27) bunyi adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang bereaksi karna perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi itu bisa bersumber pada gesekan atau benturan benda-benda, alat suara pada binatang, dan manusia.
            Yang dimaksud dengan bunyi bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Jadi bunyi yang bukan dihasilkan oleh alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa. Tetapi juga tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa contohnya teriak, bersin, batuk-batuk dan bunyi orokan. 
            Bahwa hakikat bahasa adalah bunyi, atau bahasa lisan, dapat kita saksikan sampai kini banyak sekali bahasa di dunia ini, termasuk di Indonesia, yang hanya punya bahasa lisan: tidak mempunyai bahasa tulisan, karena bahasa-bahasa tersebut tidak atau belum mengenal sistem aksara.
4.      Bahasa itu Bermakna
            Dari pasal-pasal terdahulu sudah dibicarakan bahwa bahasa itu adalah system lambang yang berwujud bunyi, atau bunyi ujar sebagai lambang tentu ada yang dilambangkan. Maka, yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi itu. Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide, atau pemikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.
            Contoh: lambang bahasa yang berwujud bunyi (kuda): lambang ini mengacu pada konsep “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikenderai”.
            Dalam studi semantik ada teori yang mengatakan bahwa makna itu sama dengan bendanya, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa makna itu adalah konsepnya sebab tidak semua lambing bahasa yang berwujud bunyi itu mempunyai hubungan dengan benda-benda konrit di alam nyata.
            Lambing-lambang bunyi bahasa bermakna tiu dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud marfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semua satuan itu memiliki makna. Namun, karena perbedaan tingkatnya, maka jenis maknanya pun tidak sama.
            Bentuk-bentuk bunyi yang tidak bermakna dalam bahasa apapun bukanlah bahasa, sebab fungsi bahasa adalah menyampaikan pesan, konsep, ide, atau, pemikiran.
5.      Bahasa Itu Arbiter
            Kata arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berbah-ubah, tidak tetap. Sedangkan yang dimaksud dengan istilah arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut.
            Ferdinand de Saussure dalam dikotominya membedakan apa yang disebut signifiant dan signifie. Signifiant adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie adalah konsep yang dikandung oleh signifiant.
            Dalam peristilahan Indonesia digunakan istilah penanda untuk signifiant dan istilah petanda untuk konsep yang dikandungnya. Hubungan antara signifiant (penanda) dengan signifie (petanda) itulah yang bersifat arbitrer atau tidak ada hubungan wajib antara keduanya. Kearbitreran bahasa terlatak pada hubungan antara lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya. Onomatope (kata yang berasal dari tiruan bunyi) ini lambangnya memberi saran dan petunjuk bagi konsep yang dilambangkan, jadi dapat dikatakan konsep yang dilambangkannya tidak bersifat arbitrer.Memang ada juga yang berpendapat bahwa ada sejumlah kata dalam bahasa apapun, yang lambangnya berasal dari bunyi benda yang diwakilinya, hal ini disebut dengan anomatope.
            Kalau ditanya bunyi benda yang sama terdengar berbeda oleh penutur bahasa yang berlainan, agak sukarlah menjawabnya. Mungkin juga sebagi akibat, kearbiteran bahasa itu, atau juga karena sistem bahasa itu tidak sama.
6.      Bahasa Itu Konvensional
            Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Contoh binatang berkaki empat yang biasa dikenderai, yang secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi (kuda), maka anggota masyarakat bahasa Indonesia, semuanya, harus mematuhinya. Kalau tidak di patuhinya, dan menggantikan dengan lambang lain, maka komunikasi akan terhambat. Bahasanya menjadi tidak bisa dipahami oleh penutur bahasa Indonesia lainnya: dan berarti pula dia telah keluar dari konvensi itu.
            jadi, kalau kearbiteran terletak pada hubungan antara lambang-lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya, maka kekonvensionalan bahasa terletak pada kepatuhan penutur bahasa untuk menggunakan bahasa sesuai dengan konsep yang dilambangkanny.
7.      Bahasa itu Produktif
            Kata produktif  adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif adalah “banyak hasilnya”, atau lebih tepat “terus-menerus menghasilkan”. Lalu, kalau bahasa itu dikatakan  produktif maka maksudnya, meskipun unsure-unsur bahasa itu terbatas, tetapi unsure-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski secara realtif, sesuai dengan system yang berlaku dalam bahasa itu. Umapanya, kita ambil fonem-fonem bahasa Indonesia/a/,/i/,/k/,dan /t/; maka dari keempat fonem itu dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa.
            Bahasa dikatakan produktif, apabila unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu mampu dibuat satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski sesuai dengan sistem yang berlaku.
            Keproduktifan bahasa memang ada batasnya. Dalam hal ini dapat dibedakan adanya dua macam keterbatasan, yaitu keterbatasan pada tingkat parole dan langue. Keterbatasan pada  tingkat parole adalah adanya ketidaklaziman atau kebelumlaziman bentuk-bentuk yang dihasilkan. Pada tingkat langue keproduktifan itu dibatasi karena kaidah atau system yang berlaku.
            Misal: bentuk memberlakukan dan pemertahanan adalah bentuk baru yang berterima karena tidak menyalahi kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia. Selain itu, keproduktifan pembentukan katadalam bahasa Indonesia denagn afiks-afiks tertentu tampaknya juga dibatasi cirri-ciri inheren bentuk dasarnya.
8.      Bahasa Itu Unik
            Setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Bahasa dikatakan bersifat unik berarti setiap bahasa mempunyai ciri khas yang speifik yang tidak dimiliki bahasa lain. Ciri khas ini menyangkut system bunyi, sistem pembentukan kata,kalimat atau sistem lainnya. Saah satu keunikan bahasa Indonesia yaitu tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis, maksudnya makna kata tetap yang berubah makna keseluruhan kalimat. Misalnya: Dia menangkap ayam, tekanan dibrikan pada dia, makna kalimat itu adalah bahwa yang melakukan tindakan menangkap ayam adalah dia, tindakan yang dilakukan menangkap, dan yang ditangkap adalah ayam.
            Keunikan yang menjadi salah satu ciri bahasa ini terjadi pada masing-masing bahasa, seperti bahasa batak, bahasa jawa, bahasa inggris atau bahasa cina. Kalau keunikan terjadi pada suatu bahasa yang berada dalam satu rumpun atau satu kelompok bahasa, disebut ciri dari rumpun atau golongan bahasa itu.
9.      Bahasa Itu Universal
            Bahasa itu bersifat universal, artinya ada ciri-ciri yang sama dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Bukti lain dari keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna.Misalnya: mempunyai 6 buah vokal dan 22 buah konsonan, bahasa Arab mempunyai 3 buah vokal pendek dan 3 buah vocal panjang serta 28 buah konsonan, dan bahasa Inggris mempunyai 16 buah vocal (termasuk diptong) dan 24 buah konsonan.
            Bukti lain dari ke-universalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa mempunyaisatuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang namanya kata, frase, kalusa, kalimat dan wacana. Namun, bagaimana satuan-satuan itu terbentuk mungin tidak sama.
            Ada juga yang mengatakan bahwa ciri umum yang dimiliki leh bahasa-bahasa dalam satu rumpun, atau juga dimiliki oleh sebahagian besar bahsa-bahsa yang ada di dunia ini, sebagai ciri setengah universal. Kalau dimiliki oleh semua bahasa yang ada di dunia ini baru bisa disebut universal.
10.  Bahasa Itu Dinamis
            Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat.
            Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya didalam masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, sehingga bahasa manjadi ikut berubah, tidak tetap, dan menjadi statis sehingga bahasa itu di sebut dinamis.
            Perubahan bahasa bisa terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, sematik, maupun leksikon. Dalam bidang fonologi, misalnya: Bahasa Indonesia dulu belum mengenal fonem f, kh, sy.
            Perubahan yang paling jelas dan paling banyak terjadi adalah pada bidang leksikon dan semantik. Barangkali, hampir setiap saat ada kata-kata baru muncul sebagai akibat perubahan budaya dan ilmu, atau ada kata-kata lama yang muncul dengan makna baru. Perubahan dalam bahasa ini, dapat juga bukan terjadi berupa pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan perubahan yang dialami masyarakat bahasa yang bersangkutan.
11.  Bahasa itu bervariasi
            Setiap bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat bahasa. Misalnya anggota masyarakat bahasa terdiri dari berbagai orang yang berstatus sosial dan berbagai latar budaya yang tidak sama, sehingga bahasa yang digunakan menjadi bervariasi atau beragam.
            Mengenai variasi bahasa ini ada 3 istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek, dialek, dan ragam. Idiolek adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang tentu mempunyai cirri khas masing-masing. Misal karangan Sutan Takdir Alisyahbana.
            Dialek adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang masyarakat pada suatu waktu atau tempat. Misal bahasa Jawa dialek Surabaya. Variasi bahasa berdasrkan tempat ini lazim disebut dengan dialek egional, dialek areal, atau dialek geografi. Variasi bahasa ynag digunakan pada masa tertentu disebut dialek temporal atau kronolek. sedangkan bahasa yang digunakan sekelompokm anggota masyarakat dengan status sosial tertentu disebut dialek sosial atau sosiolek.
            Ragam bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dala situasi, keadaan, atau untuk keperluan tertentu. Misal ragam bahasa bertelegram.
12.  Bahasa Itu Manusiawi
            Yang membuat alat komunikasi manusia itu yaitu bahasa, produktif dan dinamis, dalam arti dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, berbeda dengan alat komunikasi binatang, yang hanya itu-itu saja, dan statis, tidak dapat dipakai untuk sesuatu yang baru, bukanlah terletak pada bahasa itu dan alat komunikasi itu. Alat komuniksi manusia yang namanya bahasa bersifat manusiawi, dalam arti milik manusia dan hanya digunakan oleh manusia.Sedangkan alat komunikasi binatang bersifat terbatas, hanya digunakan untuk hidup kebinatangngannya saja.
Demikianlah di atas telah dibicarakan ciri bahasa yang dapat dianggap sebagai sifat hakiki bahasa.
 III.            BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA
            Objek kajian linguistik mikro adalah struktur intern bahasa (sosok bahasa itu sendiri), sedangkan objek kajian linguistik makro adalah bahasa dan faktor-faktor diluar bahasa atau segala hal yang berkaitan dengan kegiatan manusia dalam masyarakat.
a.       Masyarakat Bahasa
            Yaitu sekelompok orang yang merasa menggunakan bahasa yang sama. Sehingga konsep masyarakat bahasa bisa menjadi luas / bahkan menjadi sempit.
            Karena titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “merasa menggunakan bahasa yang sama”, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi sempit. Akibat lain dari konsep  “merasa menggunakan bahasa yang sama” maka patokan linguistic umum menegnai bahasa menjadi longgar.
            Akhirnya ada masalah tentang masyarakat bahasa, bagaimana dengan masyarakat yang bilingual dan multilingual, seperti keadaan di Indonesia. Masyarakat bilingual yaitu kelompok masyarakat yang menggunakan dua bahasa yaitu bahasa indonesia dan bahasa daerahnya. Sedangakan masyarakat multilingual yaitu kelompok masyarakat selain menggunakan 2 bahasa diatas juga ditambah dengan bahasa asing.
b.      Variasi dan status Sosial Bahasa
            Dalam beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakainya. Yang pertama adalah variasi bahasa tinggi (biasa disingkat variasi bahasa T), dan yang lain variasi bahasa rendah (biasa disingkat R). Variasai T digunakan dalam situasi-situasi resmi, sedangkan variasi bahasa R digunakan dalam bahasa tidak resmi atau bahasa non formal. Adanya perbedaan variasai bahasa T dan bahasa R isebut dengan istilah diglosia. Masyarakat yang mengadakan perbedaan bahasa ini disebut masyarakat diglosis.
c.       Penggunaan Bahasa
            Adanya berbagai macam dialeg dan berbagai macam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana kita harus menggunakan bahsa itu di dalam masyarakat. Umpamanya dalam bahsa Indonesia ada disebutkan bahwa kata ganti orang kedua dalam bahsa Indonesia adalah kamu atau engkau. Kedua kata ganti itu, hanya dapat digunakan untuk orang kedua yang sebaya,lebih muda atau kedudukan sosilanya lebih rendah. Akibatnya kedua kata ganti itu jarang dipakai, meskipun ada dalam kaidah.
d.      Kontak bahasa
            Dalam masyarakat yang terbuka artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu masyarakat atau lebih, akan terjadilah apa yang disebut kontak bahsa. Bahasa dari masyarakat yang menerima kedatangan akan saling mempengaruhi dengn bahasadari masyarakat yang datang.
            Hal yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah terjdinya terjadinya bilingualisme dan multilingualisme  denganberbagai maam kasusnya, seperti interferensi, integrasi, alih kode, dan campur kode.
            Kepastian seseorang untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung pada adanya kesempatan untuk menggunakankedua bahasa itu. Kefasihan atau kemampuan terhadap dua bahasa akan memudahkan seseorang untuk secara bergantian menggunakan kedua bahasa itu.
            Dalam Masyarakat yang bilingual maupun yang multilingual seringkali terjadi peristiwa yang disebut alihkode yaitu beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa atau pun ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain)
e.       Bahasa dan Budaya
            Dalam sejarah linguistik ada suatu hipotesis yang sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Hipotesis ini berasal dari Edward sapir dan Benjamin Lee Whorf, oleh karena itu disebut hipotesis Sapir-Worfh menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. Jadi, bahasa itu menguasai cara berfikir dan bertindak manusia.
            Masyarakat yang kegiataannya sangat terbatas seperti masyarakat suku-suku bangsa yang terpencil, hanya mempunyai kosakata yang terbatas jumlahnya. Karena eratnya hubungan antara bahasa dengan kebudayaaan ini maka ada pakar yang menyamkan hubungan keduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal yang tidak bisa dipisahkan.


 IV.            Klasifikasi Bahasa
            Klasifikasi bahasa terjadi karena berkembangnya study linguistic historis komparatif, studi yang mengkhusus pada telaah perbandingan bahasa. Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan cirri yang ada pada setiap bahasa.
            Menurut Greenberg (1957:66) suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan antara lain:
·         Nonabitrer (criteria klasifikasi itu tidak boleh semaunya, hanya ada satu kriteria.
·         Ekshaustik (stlh klasifikasi di lakukan tidak ada lagi sisanya; semua bahasa yang ada dapat masuk kedalam salah satu kelompok).
·         Unik (bahasa yang telah masuk ke salah satu kelompok , maka dia tidak bisa masuk lagi dalam kelompok yang lain).

1)      Klasifikasi Genetis (Geologis
            Klasifikasi genetis adalah klasifikasi berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa itu. Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua. Menurut teori klasifikas enetis ini, suatu bahasa proto (bahasa tua, atau bahasa semula) akan pecah akan menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Kemudian bahasa-bahasa lain akan menurunkan lagi bahasa-bahasa pecahan berikutnya.
            Keadaaan dari sebuah bahasa menjadi sejumlah bahasa lain denagn cabang-cabang dan ranting-rantingnnya member gambaran seperti batang pohon yang terbalik. Karena itulah penemu teori ini disebut teori batang pohon.
            Klasifikasi genetis dilakukan berdasarkan criteria bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Apa yang dilakukan kalisifikasi genetis ini sebenarnya sama dengan teknik yang dilakukan dalam linguistic historis komparatif, yaitu adanya korespondensi bentuk dan makna.oleh karena itu, klasifikasi genetis bisa dikatakan merupakan hasil pekerjaan linguistic hostoris komparatif.
            Klasifikasi genetis ini menunjukkan bahwa perkembangan bahasa-bahasa di dunia ini bersifat divergensif, yakni memcah dan menyebar menjadi banyak: tetapi pada masa mendatang karena situasi politik dan perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin canggih, perkembangan yang konfergensif tampaknya akan lebih mungkin dapat terjadi.
2)      Klasifikasi Typologis
            Klasifikasi typologis dilakukan berdasarkan kesamaan type atau tipe-tipe yang terdapat dalam sejumlah bahasa. Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul berulang-ulang dalam suatu bahasa yaitu mengenai bunyi, morfem, kata, frase, kalimat,dan lain-lain.
            Klasifikasi pada tataran morfologi yang telah dilakukan pada abad XIX secara garis besar dapat di bagi tiga kelompok, yaitu :
·         Kelompok pertama adalah yang semata-mata menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi
·         Kelompok kedua menggunakan akar kata sebagai dasar klasifikasi
·         Kelompok ketiga yaitu menggunakan bentuk sintagsis sebagai dasar klasifikasi.

3)      klasifikasi Areal
            Klasifikasi area dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu dengan bahasa yang laindi dalam suatu area atau wilayah, tanpa memperhatikan apakah bahasa itu berkerabat secara genetik atau tidak. Yang terpenting adanya data pinjam meminjam yang meliputi pinjaman arti saja. Pinjam meminjam ini karena kontak sejarah, bersifat histris dan konservatif.
            Klasifikasi ini bersifat arditer karena dalam kontak sejarah,  bersifat noneksnaustik karena banyak bahasa yang bersifat tertutup. Dan klasifikasi ini bersifat nonunuk, sebab ada kemungkinan sebuah bahsa dapat masuk dalam kelompok tertentu dan dapat pula masuk ke dalam kelompok lainnya.
4)      Klasifikasi Sosiolinguistik
            Klasifikasi sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat: tepatnya berdasarkan status, fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bangsa itu. Klasifikasi sosiolinguistik ini pernah dilakukan  oleh William A. Stuart tahun 1962. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan empat ciri atau kriteria, yaitu: Historisitas, standarisasi, vitalitas, homogenesitas.

    V.            BAHASA TULIS DAN SISTEM AkSARA
            Bahasa adalah sebuah sistem bunyi jadi bahasa itu adalah apa yang dilisankan. Namun linguistik tidak menutup diri terhadap bahasa tulis. Karena bahasa tulis dekat sekali hubungannya dengan bangsa. Dalam linguistik bahasa lisan itu primer, bahasa tulis itu sekunder.
            Hubungan antara fonem dengan huruf atau grafem ternyata juga bermacam-macam dalam bahasa tidak sama dengan jumlah huruf yang tersedia.
            Ejaan yang ideal adalah ejaan yang melambangkan tiap fonem hanya dengan satu huruf atau sebaliknya. Ejaan bahasa Indonesia belum seratus persen ideal namun tampaknya ejaan bahasa Indonesia masih jauh lebih baik dari pada ejaan bahasa Inggris.
            Berkenaan dengan bahasa adalah juga menjadi objek linguistik, maka bagi linguistik bahasa lisan adalah primer, sedangkan bahasa tulis adalah bahasa sekunder. Meskipun dikatakan bahasa lisan adalah primer dan bahasa tulis adlah sekunder, tetapi peranan dan fungsi bahasa tulis didalam kehidupan modern sangat besar sekali.
            Bahasa tulis bisa dibuat orang dengan dasar pertimbangan dan pemikiran serta peluang terjadinya kesalahan sangat besar, sedangkan dalam bahasa lisan setiap kesalahan bisa segera diperbaiki, lagi pula bahasa lisan sering dibantu oleh intonasi, tekanan, mimik, dan gerak-gerik si pembicara.
Fungsi bahasa
Dari paparan diatas kita bisa mengetahui apa fungsi bahasa setidaknya ada tiga, yaitu:
1.      Untuk berkomunikasi dengan sesame manusia,
2.      Untuk bekerjasama dengan sesame manusia
3.      Untuk mengidentifikasi diri. 



TATARAN LINGUISTI (1)
FONOLOGI

A.      PENGERTIAN FONOLOGI

Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi.  Akan tetapi, bunyi yang dipelajari dalam Fonologi bukan bunyi sembarang bunyi, melainkan bunyi bahasa yang dapat membedakan arti dalam bahasa lisan ataupun tulis yang digunakan oleh manusia. Bunyi yang dipelajari dalam Fonologi kita sebut dengan istilah fonem.
Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.
Fonem tidak memiliki makna, tapi peranannya dalam bahasa sangat penting karena fonem dapat membedakan makna. Misalnya saja fonem [l] dengan [r]. Jika kedua fonem tersebut berdiri sendiri, pastilah kita tidak akan menangkap makna. Akan tetapi lain halnya jika kedua fonem tersebut kita gabungkan dengan fonem lainnya seperti [m], [a], dan [h], maka fonem [l] dan [r] bisa membentuk makna /marah/ dan /malah/. Bagi orang Jepang kata marah dan malah mungkin mereka anggap sama karena dalam bahasa mereka tidak ada fonem [l]. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mempelajari Fonologi.
Fonem dalam bahasa Indonesia terdiri atas empat macam. Ada fonem yang benar-benar asli dari bahasa Indonesia, namun ada pula fonem yang berasal dari berbagai bahasa lain namun penggunaannya sudah dibakukan. Dalam pembahasan berikut, saya tidak akan membedakan antara fonem yang asli dengan fonem yang serapan. Gambaran mengenai perkembangan fonologi dari waktu ke waktu dapat dilihat lewat berbagai aliran dalam fonologi.

a. Aliran Kazan
Tokohnya Mikolaj Kreszewski, aliran ini mendefinisikan fonem sebagai satuan fonetis tidak terbagi yang tidak sama dengan antropofonik yang merupakan kekhasan tiap individu. Tokoh utama aliran kazan adalah Baudoin de Courtenay (1895). Menurut linguis ini, bunyi–bunyi yang secara fonetis berlainan disebut alternan, yang berkerabat secara histiris dan etimologis. Jadi, meskipun dilafalkan berbeda, bunyi – bunyi itu berasal dari satu bentuk yang sama.
Pada 1880, Courtenay melancarkan kritiknya terhadap presisi atas beberapa fona yang dianggapnya tidak bermanfaat. Pada 1925, paul passy mempertegas kritik tersebut.
Ferdinand De Saussure.
Dalam bukunya “Cours de Linguistique Generale” ‘Kuliah Linguistik umum’, Saussure mendefinisikan fonologi sebagai studi tentang bunyi – bunyi bahasa manusia.dari definisi tersebut tercermin bahwa bunyi bahasa yang dimaksud olehnya hanyalah unsure – unsure yang terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan satuan – satuan akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran. Jadi dapat dikatakan bahwa Saussure menggunaklan criteria yang semata – mata fonetis untuk menggambarkan fonem dan memempatkannya hanya pada poros sintagmatik.
Lalu Saussure mengoreksinya dan mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang lain.
Dengan konsep – konsepnya, meskipun tidak pernah mencantumkan istilah struktur maupun fungsi, Saussure dianggap telah membuka jalan terhadap studi fonologi yang kemudian diadaptasi oleh aliran Praha.

b. Aliran Praha
Kelahiran fonologi ditandai dengan “Proposition 22” ‘Usulan 22’ yang diajukan oleh R. Jakobson, S. Karczewski dan N. Trubetzkoy pada konggres Internasional I para linguisdi La Haye, april 1928. Pada 1932 jakobson mendefinisikan fonem sebagai sejumlah ciri fonis yang mampu membedakan bunyi bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan makna kata. Jadi konsep fonem merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri distingtif).

c. Aliran Amerika
Tokoh aliran ini adalah Edward Sapir (1925), seorang etnolog dan linguis yang terutama memeliti bahasa – bahasa Indian Amerika. Menurutnya, sistem fonologi bersifat fungsional. Kiprah Sapir diteruskan oleh penerusnya dari Yale, Leonard Bloomfield , yang karyanya “Language” menjadikan dirinya bapak linguistik Amerika selama 25 tahun. Pada buku itu Bloomfield menjelaskan banyak hal tentang definisi – definisi mutakhir tentang fonem, istilah ciri pembeda, zona penyebaran fonem, kriteria dasar dalam menentukan oposisi fonologis dan lain- lain.
Sifat behaviouris dan antimentalis Bloomfield mengantarkannya pada konsepsi tentang komunikasi sebagai perilaku dimana sebuah stimulus (ujaran penutur) memunculkan reaksi mitra tutur. Menurutnya, yang penting dalam bahasa adalah fungsinya untuk menghubungkan stimulus penutur dengan reaksi mitra tutur. Agar fungsi itu terpenuhi, pada tataran bunyi cukuplah kiranya jika setiap fonem berbeda dengan yang lainnya. Sehingga zona penyebaran fonem dan sifat akustiknya bukanlah sesuatu yang penting. Pada tataran fonologi umum, pionir fonologi Amerika lainnya, W.F Twaddell pada 1935 menerbitkan monografi. Di dalamnya Twaddell menegaskan bahwa satuan–satuan fonologis bersifat relasional.  Daniel Jones dan Aliran Fonetik Inggris Sejak 1907 Daniel Jones mengajar fonetik di University of London. Setelah itu ia kemudian lebih banyak menggelti praktek fonologi di Inggris. Kegiatannya di jurusan fonetik di University of college lebih difokuskan pada transkripsi fonetis dan pengajaran pelafalan bahasa – bahasa dunia. Perhatiannya pada dua hal itu membuat dirinya memiliki konsep tersendiri tentang fonem. Pada 1919, dalam “Colloquial Sinhalese Reader” yang diterbitkannya bersama H.S Parera, Jones memberikan definisi fonem yang berciri distribusional.
Jones menggambarkan fonem sebagai realitas mental. Maksudnya, dalam studi tentang sifat alamiah fonem, kita juga dapat menggunakan baik intuisi, rasa bahasa maupun cara – cara lain yang bersifat psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa Jones lebih suka pada sifat fonem, alih–alih fungsinya. Dengan sudut pandang seperti itu sebenarnya Jones sudah memasuki daerah kerja fonologi, dalam analisisnya ia memasukkan data fonologi tertentu, namun dengan menyingkirkan sudutpandangfonologis.

B.       PEMBAGIAN FONOLOGI

Menurut Hierarki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik biasanya dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.
Marilah kita lihat percakapan ini:
Orang I: apakah tugasmu hari ini?
Orang II: membuat resensi buku­­
Orang I: resensi buku? buku siapa?
Orang II: ah, buku dalam bahasa arab
Orang I: dalam bahasa arab?
Orang II: ya,kita kan mahasiswa bahasa arab.

Dari percakapan ini kita hanya mendengar deretan bunyi baik yang dikeluarkan oleh orang I maupun orang II. Bunyi-bunyi ini disebut, bunyi bahasa yang  kebetulan kita mengerti, karena kita adalah penutur bahasa Indonesia. Seandainya ada orang jerman yang kebetulan mendengar percakapan ini, pasti dia tidak mengerti bahasa Indonesia. Ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa tertentu menurut fungsinya, untuk membedakan makna leksikal disebut fonologi  ( phonology). Di Amerika istilah fonologi disebut fonemik (phonemics) sedangkan di eropa disamping fonemik terdapat pula fonetik. Jadi, bagi sarjana di eropa, misalnya Belanda dan Inggris terdapat fonetik dan fonologi, sedangkan di Amerika Serikat, baik fonetik maupun fonemik dibicarakan dalam satu tataran yang disebut fonologi.

1.      FONETIK

Fonetik yaitu cabang kajian yang mengkaji bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonetik  juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Chaer membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga jenis fonetik, yaitu:

a)    Fonetik Artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.
b)    Fonetik Akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getaranya, aplitudonya,dan intensitasnya.
c)    Fonetik Auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.

Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.
Kedua, fonemik yaitu  kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Chaer mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u]; dan [r], [a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi[r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.
Istilah  lain yang berkaitan dengan Fonologi antara lain fona, fonem, konsonan, dan vokal.
(a)    Fona adalah bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi, fonem berbeda dengan huruf. Untuk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu:
1.      Udara.
2.      Artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak.
3.      Titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.
(b)   Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan.  Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan, dalam hal ini yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator.

1.1    Alat Ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus dibicarakan adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa.
Nama-nama alat ucap atau alat yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa adalah sebagai berikut:
1.         paru – paru
2.         batang tnggorok
3.         pangkal tenggorok
4.         pita suara
5.         krikoid
6.         tiroid  atau lekum
7.         aritenoid
8.         dinding rongga kerongkongan
9.         epiglottis
10.     akar lidah
11.     pangkal lidah
12.     tengah ldah
13.     daun lidah
14.     ujug lidah
15.     anak tekak
16.     langit-langit lunak
17.     langit-langit keras
18.     gusi, lengkung kaki gigi
19.     gigi atas
20.     gigi bawah
21.     bibir atas
22.     bibir bawah
23.      mulut
24.     rongga mulut
25.     rongga hidung

Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat-alat ucap itu biasanya diberi nama sesuai dengan nama alat ucap itu. Nama-nama tersebut adalah;
1.         pangkal tenggorok – laringal
2.         rongga kerongkongan – faringal
3.         pangkal lidah – dorsal
4.         tengah lidah – medial
5.         daun lidah – laminal
6.         ujung lidah – apikal
7.         anak tekak – uvular
8.         langit-langit lunak – velar
9.         langit-langit keras – palatal
10.     gusi – alveolar
11.     gigi – dental
12.     bibir – labial

1.2    Proses Fonasi

Terjadinya bunyi bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemopaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok yang didalamnya terdapat pita suara. Berkenaan dengan hamabatan pada pita suara ini perlu dijelaskan ada 4 macam posisi pita suara yaitu:
1.    pita suara terbuka lebar
2.    pita suara terbuka agak lebar
3.    pita suara terbuka sedikit
4.    pita suara tertuup rapat-rapat

Jika pita suara terbuka lebar maka tidak akan terjadi bunyi bahasa. Jika pita suara terbuka agak lebar maka akan terjadi bunyi ahasayang disebut bunyi tak bersuara (voiceless). Kalau pita suara terbuka sedikit maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi bersara(voice). Jika pita suara tertutup rapat maka akan terjadilah bunyi hamzah atau glotal stop.
Jika pita suara terbuka lebar berarti tidak ada hambatan apa-apa, maka berarti juga tidak ada bunyi yang dhasilkan. Posisi terbuka agak lebar akan menghasilkan bunyi-bunyi tak bersuara apabila arus udara diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung. Posisi terbuka sedikit akan menghasilkan bunyi bersuara apabila arus udara diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung. Sedangkan posisi pita suara menutup sama sekali langsung menghasilkan bunyi hamzah atau bunyi glottal.
Tempat bunyi bahasa terjadi atau dihasilkan disebut tempat artikulasi. Proses terjadinya disebut proses artikulasi. Dan alat-alat yangdigunakan disebut artikulator. Dalam proses artikulasi ini biasanya terlibat dua macam articulator yaitu articulator aktif dan pasif.
-          Articulator aktif: alat ucap yang bergerak dan digerakkan.
Misalnya: bubur bawah, ujung lidah, dan daun lidah
-          Articulator pasif: alat ucap yang tidak dapat bergerak atau yang didekati oleh articulator aktif.
Misalnya: bibier atas, gigi atas, langit-langit keras

Keadaan, cara atau posisi bertemunya articulator aktif dan artkulator pasif disebut striktur. Dalam berbagai bahasa dijumpai bunyi ganda. Artinya ada dua bunyi yang lahir dalam dua proses artikulasi yang berangkaian.

1.3    Tulisan Fonetik
Dalam studi linguistik dikenal adanya beberapa macam sistem tulisan dan ejaan, diantaranya:
-          Tulisan fonetik untuk ejaan fonetik.
-          Tulisan fonemis untuk ejaan fonemis.
-          Sistem aksara tertentu untuk ejaan ortografis.
Dalam studi linguistic dikenal dengan adanya tulisan fonetik dari International Phonetic Alphabet (IPA). Dalam tulisan fonetik setiap bunyi baik yang segmental maupun yang suprasegmental dilambangkan secara akurat. Artinya, setiap bunyi mempunyai lambang-lambangnya sendiri, meskipun perbedaanya hanya sedikit, tetapi dalam tulisan fonemik haya perbedaan bunyi yang distingtif saja yakni yang membedakan makna, yang dibedakan lambangnya.

1.4    Klasifikasi Bunyi
Bunyi bahasa dibedakan atas:
-          vocal
-          konsonan
Bunyi vocal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit menjadi bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Arus udara itu keluar  melalui rongga mulut tanpa hambatan bunyi konsonan terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar diteruskan dirongga mulut atau rongga hidung dengan mendapat hambatan ditempa-tempat artikulasi tertentu.

1.       Klasifikasi Vokal
Bunyi vocal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah biasa bersifat vertical dan horizontal.

Secara vertical dibedakan adanya:
a.       Vocal tinggi, misalnya, bunyi {i} dan {u}.
b.      Vocal tengah, misalnya, bunyi [e] .
c.       Vocal rendah, misalnya , bunyi [a]

Secara horizontal dibedakan:
a.       Vokal depan. Misalnya, bunyi [I dan [e]
b.      Vokal pusat, misalnya bunyi [∂]
c.       Vocal belakang, misalnya bunyi [u] dan [o]

Menurut bentuk mulut dibedakan:
a.      Vocal bundar misalnya, vocal [o] dan [u]
b.      Vocal tak bundar misalnya, vocal [i] dan [e]

Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut itulah kemudian kita memberi nama akan vocal-vokal itu, misalnya:
[i] adalah vokal depan tinggi tak bundar
[e] adalah vkal depan tengah tak bundar
[∂] adalah vocal pusat tengah tak undar
[o] adalah vokal belakang tngah bundar
[a] adalah vocal pusat rendah tak bundar

2.    Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vocal rangkap karena posisi lidah etika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Contoh diftong daam bahasa Indonesia adalah [au] pada kerbau.
Diftong sering dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya sehingga dibedakan adanya:
1. Diftong naik, bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisis bunyi yang kedua.
2. Diftong turun, karena posisibuyi pertama lebih tiggi dari posisi yang kedua.

3.    Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan 3 patokan yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, cara artikulasi.

Berdasarkan tempat artikulasi:
1. Bilabial yaitu konsoan yang terjadi pada kedua belah bibir atas. Contoh. Bunyi [b],[p],[m]. B] dan [p] adalah bunyi oral yaitu dikelarkan melalui rongga mulut, dan bunyi [m ] adalah bunyi nasal yatu bunyi yang dikeluarkan melalui rongga hidung.
2. Labiodental yakni konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas. Contoh, bunyi [f] dan [v]
3. Aminoalveolar yakni konsonan yang terjadi pada daun lidah dn gusi. contohya, bunyi [t] da [d]
4. Dorsvelar yakni konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum. Contohnya, bunyi [k] dan [g]
Berdasarkan cara artikulasinya dibedakan atas:
1. Hambat, contohnya, bunyi [p] [b] [t] [d] [k] [g]
2. Geseran, contohnya bunyi [f] [s] [z]
3. Paduan, contohya, bunyi [c] [j]
4. Senggauan, contohnya, bunyi [m] [n] [Å‹]
5. Getaran, contohnya, bunyi [r]
6. Sampingan, contohnya, bunyi [l]
7. Hampiran, contohnya, [w] [y]

1.5  Unsur Suprasegmental
Dalam arus ujaran ada bunyi yang dapat disegmentasikan sehigga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenaan dengan keras lembut, panjang  pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan. Dalam studi bunyi mengenai bunyi atau unsure suprasegmental itu biasanya dibedakan pula atas sebagai berikut:
1.      Tekanan atau stress
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Tekanan ini mungkin terjadi secara soradis, mungkin juga telah berpola,mungkin bersifat distingtif, dapat membedakan makna, mungkin tidak distingtif.
2.      Nada atau Pitch
Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Nada dalam bahasa-bahasa tertentu bisa bersifat fonemis maupun morfemis. Dalam bahasa tonal biasanya dikenal dengan adanya lima macam nada, yaitu:
1. Nada naik atau meninggi [ /]
2. Nada datar [―]
3. Nada turun [\]
4. Nada turun naik [\/]
5. Nada naik turun [/\]

Nada yang menyertai bunyi segmental di dalam kalimat disebut intonasi. Dalam hal ini biasanya dibedakan menjadi 4 macam nada:
1. Nada yang paling tinggi [4]
2. Nada tinggi [3]
3. Nada sedang [2]
4. Nada rendah [1]

3. Jeda atau persendian
Jeda atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar persambungan antara segmen yang satudengan yang lain.dibedakan:
1. Sendi dalam menunjukkan batas antara satu silabel deengan silabel yang lain
2. Sendi luar menunjukkan batas yang lebih bsar dari segmen silabel.

1.6  Silabel
-          Silabel adalah satuan ritms terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran.
-          Onset adalah bunyi pertama pada sebua silabel, seperti bunyi [s] pada kata sampah.
-          Koda adalah bunyi akhir paa sebuah silabel seperti bunyi [n] pada kata paman.

2.      FONEMIK

Objek penelitian fonetik adalah fon, yaitu bunyi bahasa yang mengandung bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata atau tidak.
Objek penelitian fonemik adalah fonem yakni buyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.

2.1 Identitas Fonem
Bunyi bisa disebut fonem apabila satuan bahasanya memiliki beda makna. Fonem dari sebuah bahasa ada yang mempunyai beban fungsional tinggi dan rendah. Dikatakaan bebab fungsional tinggi apabila banya ditemui pasangan mnimal yang mengandung fonem tersebut.

2.2 Alofon
Bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem disebut alofon. Alofon- alofon dari seuah fonem memiliki kemirian fonetis. Artinya banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya. Tentang distribusinya mungkin bersifat komplementer mungkin juga bersifat bebas.
- Distribusi komplementer adalah distribusi yang tempatnya tidak bisa dipertukarkan.
- Distribusi bebas adalaah bahwa alofon-alofon itu boleh igunakan tanpaa persyaratan lingkungan bunyi tertentu.

2.3 Klasifikasi fonem
Kriteria dan prosedur klasifikasi fonem sama dengan klasifikasi bunyi dan unsur suprasegmental. Fonem-fonem yang berupa bunyi yang didapat sebagai hasil segmentasi terhadaap arus ujaran disebut fonem segmental. Fonem yang berupa unsure suprasegmental dsebut fonem suprasegmental atau fonem nonsegmental.

2.4 Khazanah Fonem
Khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Berapa jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain.

2.5 Perubahan Fonem
2.5.1 Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagaiakibat dari bunyi yang ada di lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama. Contoh, sabtu dalam bahasa Indonesia lazim diucapkan [saptu]
-          Asimilasi fonemis adalah perubahan yang menyebabkan berubahnya identitas sebuah fonem.
-          Asimilasi fonetis adalah perubahan yang tidak menyebabkan berubahnya identitas sebuah fonem.
Asimilasi dibedakan menjadi 3:
1. Asimilasi Progresif: bunyi yang diubah terletak dibelakang bunyi yang mempengaruhinya.
2. Asimilasi Regresif : Bunyi yang diubah itu terletak dimuka bunyi yang mempengaruhinya
3. Asimilasi Resiprokal: Perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi.
Disasimilasi adalah peristiwa perebahan yang menyebabkan dua buah fonem yang sama menjadi berbeda.

2.5.2 Netralisasi dan Arkifonem
- Contoh hasil netralisasi, adanya bunyi [t] pada posisi akhir kata yang dieja hard.
- Contoh hasil arkifonem, fonem [d] pada kata hard yang bias berwujud [t] dan [d]

2.5.3 Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vocal
- Umlaut adalah perubahan vocal sedemikian rupa sehingga vocal itu diubah menjadi vocal yang lebih tinggi sebagai akibat dari vocal yang berikutnya yang tinggi.
- Ablaut adalah perubahan vocal yang kita temukan dalam bahasa-bahasa Indo-Jerman untuk menandai pelbagai fungsi gramatikal.
- Harmoni vocal adalah perubahan bunyi.
     
2.5.4 Kontraksi
Kontraksi adalah suatu pemendekan yang dapat berupa hilangnya sebuah fonem atau lebih.

2.5.5 Metatesis dan Epentesis
1. Metatesis merupakan proses mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata.
2. Epentesis adalah sebuah fonem tertentu disisipkan kedalam sebuah kata.

2.6 Fonem dan Grafem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional ataua dapat membedakan makna kata.




RESUME KAJIAN KEBAHASAAN SD
Tentang
TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI

Description: Description: D:\REGULER 13\FHOTO R.13\unp.jpg

Oleh

Kelompok 5:

1.      AMRI RAZAK ( 1200557)
2.      ALDO JUANDRI ( 1200709)
3.      LUSIANA SAUDELLA (1200643)
4.      VINA IASHA (1200586)


Dosen Pembimbing:  Nur Azmi Alwi,S.S,M.Pd


UNIVERSITAS NEGERI PADANG ( UNP )
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UPP IV BUKITTINGGI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2013
TATARAN LINGUISTIK (2):
MORFOLOGI

Pengertian Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
A.    Morfem
1.    Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6).Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh Hockett itu, tergolong  ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfemdapat juga dikatakan unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Berdasarkan konsep-konsep di atas di atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar misalnya, dapat kita potong sebagai berikut:
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be- dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-, per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri sendiri, seperti besar, dinamakan morfembebas, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan morfemterikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat  mem- dan per- serta satu morfem bebas, besar.
2.      Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal [b¶r], [b¶], [b¶l] adalah alomorf dari morfem ber-.Atau bias dikatakan bahwa anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya,  morfem meN- (dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis, bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem awalnya  konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge- berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}= mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama tersebut  disebut alomorf.
3.      Klasifikasi Morfem
a.    Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat.. Dengan kata lain morfen bebas adalah morfen yang tanpa kehadiran morfen lain dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, bagus, buku, saya dan sebagainya termasuk morfem bebas karena kita dapat menggunakannya tanpa harus terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain.MenurutSantoso(2004),morfembebasadalahmorfemyangmempunyaipotensiuntukberdirisendirisebagai kata dandapatlangsungmembentukkalimat. Dengandemikian, morfembebasmerupakanmorfemyangdiucapkantersendiri;seperti:gelas,meja,pergidansebagainya.Morfembebassudahtermasukkata. Tetapiingat, konsep kata  tidakhanyamorfembebas,kata jugameliputisemuabentukgabunganantaramorfemterikatdenganmorfembebas,  morfemdasardenganmorfemdasar.Jadidapatdikatakanbahwamorfembebasitukatadasar.

Sedangkan morfem terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam pertuturan. Misalnya, “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb. Berkenaan dengan morfem terikat dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu dikemukakan, yaitu:
*      Bentuk seperti juang, henti, gaul dan baur termasuk morfem terikat karena tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi.bentuk ini lazim disebut bentuk prakategorial (Verhaar 1978)
*      Bentuk seperti baca, tulis dan tendang termasuk bentuk prakategorial karena bentuk tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan setelah mengalami proses morfologi.
*      Bentuk renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hany muncul dalam kering kerontang) dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk morfem terikat yang di sebut morfem unik.
*      Bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara sintaksis termasuk morfem terikat.
*      Klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya. Kemunculan dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat di pisahkan. Menurut posisinya klitika dapat dibedakan atas proklitika yaitu klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa. Dan enklitika yaitu klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati seperi –lah, -nya, dan –ku pada konstruksi nasibku.
MenurutSamsuri(1994), morfemterikattidakpernahdidalambahasayangwajardiucapkantersendiri. Morfem-morfemini,  selaincontohyang telahdiuraikanpadabagianawal, umpanya: ter-,  per-, -i,-an.Disampingituadajugabentuk-bentuksepertijuang, -gurau, -tawa, yang  tidakpernahjugadiucapkantersendiri, melainkanselaludengansalahsatuimbuhanataulebih. Tetapisebagaimorfemterikat yang berbedadenganimbuhan, bisamengadakanbentukanataukonstruksidenganmorfemterikatyanglain.

Morfemterikatdalambahasa IndonesiamenurutSantoso(2004)adaduamacam,yaknimorfemterikatmorfologisdanmorfemterikatsintaksis.Morfemterikatmorfologisyaknimorfemyang terikatpadasebuahmorfemdasar,adalahsebagaiberikut:
a.    prefiks(awalan):per-,me-,ter-,di-,ber-danlain-lain
b.    infiks(sisipan):-el-,-em,-er-
c.    sufiks(akhiran):-an,kan,-i
d.   konfiks (imbuhan gabungan senyawa) mempunyai fungsi macam- macamsebagaiberikut.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatakerja,yaitu:me-,ber-, per-,-kan,-i,danber-an.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatabenda,yaitu:pe-,ke-,
*  -an,ke-an,per-an,-man,-wan,-wati.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatasifat:ter-,-i,-wi,-iah.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatabilangan:ke-,se-.
*  Imbuhanyangberfungsimembentukkatatugas:se-,danse-nya. Dari contoh di atas menunjukkan bahwa setiap kata berimbuhan akan

b.    Morfem Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah}, dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h]. Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem {rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.
Morfem supra segmental adalah morfem  yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa Indonesia. Contoh:
  1. bapak wartawan               bapak//wartawan
  2. ibu guru                               ibu//guru
c.    Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tak Bermakna Leksikal
Morfem yang bermakna leksikal merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem yang bermakna leksikal itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng setelah mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}. berarti ‘tempat belajar’.
Morfem yang tak bermakna leksikal dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter}, dan {se-}. morfem-morfem tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti ‘memakai sepatu’.
d.   Morfem Utuh dan Morfem Terbelah/Terbagi
Morfem utuh merupakan morfem-morfem yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan {pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah oleh morfem yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau {ke….an} dan imbuhan ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi} dan {gemetar}. Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri. morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni morfem sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem {getar}.
e.      Morfem Monofonemis  dan Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada seperti pada kata asystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti ‘satu, sama’.
f.     Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan Morfem Substraktif, Morfem Beralomorf  Zero
Morfem aditif adalah morfem yang ditambah atau ditambahkan. Kata-kata yang mengalami afiksasi, seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari morfem aditif itu: mengaji, childhood, berbaju dan houses.
Morfem replasif merupakan morfem yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat morfem penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} à {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem) yang terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.
Morfem beralomorf zero atau nol yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa kekosongan.

B.     Kata
1. Hakikat Kata
Para linguis yang sehari-hari bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu. Satu masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal. Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar, di ajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda, melainkan varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar, pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang berlainan.
Kata adalah satuan terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata-kata yang terbentuk dari gabungan huruf  atau morfem baru kita akui sebagai kata bila bentuk itu sudah mempunyai makna. (Lahmudin Finoza).
Kata ialah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di bawah ini:


*      Mobil
*      Rumah
*      Sepeda
*      Ambil
*      Dingin
*      Kuliah.


Keenam kata yang kita ambil secara acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata mempunyai makna. Kita pasti akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes, libma, ninggib, haklab bukan kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.
Dari segi bentuknya kata dapat dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata yang bermofem tunggal, dan (2) kata yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk dikembangkan menjadi kata turunan atau kata berimbuhan. Perhatikan perubahan kata dasar menjadi kata turunan dalam tabel di bawah ini.
2. Klasifikasi kata
a.       Kata Benda atau Nomina
Kata benda adalah nama dari semua benda dan segala yang dibendakan. Terdiri dari kata benda konkret kata benda abstrak. Untuk menentukan apakah suatu kata masuk dalam kategori kata benda atau tidak, kita menggunakan dua prosedur:
v  Bentuk
Segala kata yang mengandung morfem terikat ( imbuhan ) : ke-an, pe-an, ke-, dicalonkan sebagai kata benda. Contoh: perumahan, kecantikan, pelari, kehendak dan lain-lain.
v  Kelompok Kata
Kedua macam kata benda itu (baik yang berimbuhan maupun yang tidak berimbuhan) dapat mengandung suatu ciri struktural yang sama yaitu dapat diperluas dengan yang + Kata Sifat Contoh: perumahan yang baru, pelari yang cepat, meja yang bagus dan pohon yang tua.

b.      Kata Kerja atau Verba
Kata kerja adalah semua kata yang menyatakan perbuatan atau perilaku. Berdasarkan pelengkapnya, kata kerja terbagi atas kata kerja transitif yaitu kata kerja yang menghendaki adanya suatu pelengkap. Contoh: memukul, menangkap, melihat dan sebagainya. Dan kata kerja intransitif yaitu kata kerja yang tidak memerlukan pelengkap. Contoh: menangis, meninggal, berjalan dan sebagainya. Untuk menentukan apakah suatu kata masuk kata benda atau tidak, dengan cara mengikuti kedua prosedur di atas:
v  Bentuk
Segala kata yang berimbuhan: me-, ber-, -kan, di-, -i dapat dicalonkan menjadi kata kerja.
v  Kelompok Kata
Segala macam kata tersebut di atas dalam segi kelompok kata mempunyai kesamaan struktur yaitu dapat diperluas dengan kelompok kata dengan + Kata Sifat.
Contoh:
Ia berbicara dengan keras
Anak itu menari dengan gemulai

c.       Kata Sifat atau Adjektifa
Menurut Aristoteles, kata sifat adalah kata yang menyatakan sifat atau hal keadaan sari sesuatu benda, misal tinggi, rendah, lama, baru dan sebagainya. Untuk menentukan apakah suatu kata masuk kata benda atau tidak, dengan cara mengikuti kedua prosedur di atas:
v  Bentuk
Dari segi bentuk segala kata sifat dalam bahasa Indonesia bisa mengambil bentuk: se + reduplikasi kata dasar + nya. Contoh: se-tinggi-tinggi-nya dan se-baik-baik-nya
v  Kelompok Kata
Dari segi kelompok kata, kata-kata sifat dapat diterangkan olek kata-kata: paling, lebih, sekali. Contoh: paling besar, lebih besar, besar sekali dan paling baik, lebih baik, baik sekali

d.      Kata Ganti atau Pronomina
Yang termasuk jenis kata ini adalah segala kata yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang dibendakan. Kata ganti menurut sifat dan fungsinya dapat dibedakan atas:
*      Kata ganti orang (pronomina personalia),
*      Kata ganti empunya (pronomina possessiva) yaitu segala kata yang menggantikan kata ganti orang dalam kedudukan sebagai pemilik: -ku, -mu, -nya, kami, kamu, mereka.
*      Kata ganti penunjuk (pronomina demonstrativa) yaitu kata yang menunjuk di mana terdapat sesuatu benda.
*      Kata ganti penghubung (pronomina relativa) yaitu kata yang menghubungkan anak kalimat dengan suatu kata benda yang terdapat dalam induk kalimat.
*      Kata ganti penanya (pronomina innterrogativa) yaitu kata yang menanyakan tentang benda, orang atau suatu keadaan.
*      Kata ganti tak tentu (pronomina indeterminativa) yaitu kata yang menggantikan atau menunjukkan benda atau orang dalam keadaan yang tidak tentu atau umum. Contoh: masing-masing, siapa-siapa, seseorang ,sesuatu, para dsb

e.       Kata Keterangan atau Adverbia
Kata keterangan adalah suatu kata atau kelompok kata yang menduduki suatu fungsi tertentu, yaitu fungsi untuk menerangkan kata kerja, kata sifat, kata keterangan yang masing-masingnya menduduki pula suatu jabatan atau fungsi dalam kalimat.
*      Kata keterangan kualitatif yaitu kata keterangan yang menerangkan atau menjelaskan suasana atau situasi dari suatu perbuatan. Biasanya dinyatakan dengan mempergunakan kata depan dengan + kata sifat. Contoh: ia berjalan perlahan-lahan.
*      Kata keterangan waktu yaitu kata keterangan yang menunjukkan atau menjelaskan berlangsungnya suatu peristiwa dalam suatu biadang waktu: sekarang, nanti, kemarin, kemudian, sesudah itu, lusa, sebelum, minggu depan, bulan depan, dan lain-lain.
*      Kata keterangan tempat. Kata ini memberi penjelasan atas berlangsungnya suatu peristiwa atau perbuatan dalam suatu ruang, seperti:di sini, di situ, di sana, ke mari,ke sana, di rumah, di bandung, dari Jakarta dan sebagainya.
*      Kata keterangan kecaraan yaitu kata-kata yang menjelaskan suatu peristiwa karena tanggapan si pembicara atas berlangsungnya peristiwa tersebut. Contoh: memang, niscaya, pasti, sungguh, tentu, tidak, bukanya, bukan, baik, mari, hendaknya, kiranya, jangan, masakan, mustahil, mana boleh dsb
*      Keterangan aspek menjelaskan berlangsungnya suatu peristiwa secara objektif, bahwa suatu peristiwa terjadi dengan sendirinya tanpa suatu pengaruh atau pandangan dari pembicara.
*      Kata keterangan derajat yaitu keterangan yang menjelaskan derajat berlangsungnya suatu peristiwa atau jumlah dan banyaknya suatu tindakan dikerjakan: amat hampir, kira-kira, sedikit, cukup, hanya, satu kali, dua kali, dan seterusnya.
*      Kata keterangan alat yaitu keterangan yang menjelaskan dengan alat manakah suatu prose situ berlangsung. Keterangan semacam ini biasanya dinyatakan oleh kata dengan +kata benda. Contoh : ia memukul anjing itu dengan tongkat.
*      Keterangan kesertaan yaitu  keterangan yang menyatakan pengikut-sertaan seseorang dalan suatu perbuataan atau tindakan. Contoh: Saya pergi ke pasar bersama ibu.
*      Keterangan syarat yaitu keterangan yang menerangkan terjadinya suatu proses di bawah syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhinya: jikalau, seandainya, jika, dan sebagainya.
*      Keterangan  perlawanan  yaitu keterangan yang membantah sesuatu peristiwa yang telah diperkatakan terlebih dahulu. Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata: meskipun, sungguhpun, biarpun, biar, meski, jika.
*      Keterangan sebab yaitu keterangan yang memberi keterangan mengapa sesuatu peristiwa telah berlangsung. Kata-kata yang menunjukkan keterangan sebab adalah: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab, oleh karena itu, oleh karenanya, dan sebagainya.
*      Keterangan akibat yaitu  keterangan yang menjelaskan akibat yang terjadi karena suatu peristiwa atau perbuatan. Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata : sehingga ,oeh karena itu, oleh sebab itu, dan lain sebagainya.
*      Keterangan tujuan adalah keterangan yang menerangkan hasil atau tujuan dari Sesuatu proses.  Kata-kata yang menyatakan keterangan tujuan adalah: supaya, agar, agar supaya, hendak, untuk, guna, buat.
*      Keterangan perbandingan adalah keterangan yang menjelaskan sesuatu perbuatan dengan mengadakan perbandingan keadaan suatu proses denagn proses yang lain, suatu keadaan denagn keadaan yang lain: kata-kata yang di pakai untuk menyatakan perbandingan itu adalah: sebagai, seperti, seakan-akan, laksana, umpama, bagaimana.
*      Keterangan perwatasan adalah keterangan yang memberi penjelasan dalam hal-hal mana saja suatu proses berlangsung, dan yang mana tidak: kecuali, hanya.

f.       Kata Bilangan atau Numeralia
Kata bilangan adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau jumlah kumpulan atau urutan tempat dari nama-nama benda. Menurut sifatnya kata bilangan dapat dibagi atas:
*      Kata bilangan utama (numeralia cardinalia):satu, dua, tiga, empat, seratus, seribu,dan sebagainya.
*      Kata bilangan tingkat (numeralia ordinalia):pertama, kedua, ketiga, kelima, kesepuluh, keseratus, dan sebagainya.
*      Kata bilangan tak tentu:beberapa, segala, semua, tiap-tiap dan sebagainya
*      Kata bilangan kumpulan:kedua, kesepuluh, dan sebagainya.

g.       Kata Sambung atau Conjunctio
Kata sambung adalah kata yang menghubungkan kata-kata. Bagian-bagian kalimat atau menghubungkan kalimat-kalimat itu dapat berlangsung dengan berbagai cara:
*      Menyatakan gabungan: dan, lagi pula, serta.
*      Menyatakan pertentangan: tetapi, akan tetapi, melainkan.
*      Menyatakan waktu: apabila, ketika, bila, bilamana, demi, sambil, sebelum, sedang, sejak, selama, semenjak, sementara, seraya, setelah, sesudah, tatkala, waktu.
*      Menyatakan tujuan: supaya, agar supaya dan lain-lain.
*      Menyatakan sebab: sebab, karena, karena itu, sebab itu.
*      Menyatakan akibat: sehingga, sampai.
*      Menyatakan syarat: jika, andaikan, asal, asalkan, jikalau, sekiranya, seandainya.

h.      Kata Depan (Prepositio)
Kata depan menurut definisi tradisional, adalah kata yang merangkaikan kata – kata atau bagian kalimat. Kata - kata depan yang terpenting dalam bahasa Indonesia adalah :
o  di, ke, dari : Ketiga macam kata depan ini dipergunakan untuk merangkaikan kata – kata yang menyatakan tempat atau sesuatu yang dianggap tempat seperti di Jakarta, di rumah, ke rumah, dari sawah, dari sekolah, dan lain - lain.
o  Bagi kata – kata yang menyatakan orang, nama orang atau nama binatang, nama waktu atau kiasan dipergunkan kata pada untuk menggantikan di, atau kata – kata depan lain digabungkan dengan pada misanya: daripada, kepada.
o  Selain dari pada itu ada kata – kata depan yang lain, baik berupa gabungan maupun tunggal seperti: di mana, di sini, di situ, akan,oleh, dalam, atas, demi, guna, buat, berkat, terhadap, antara, tentang, hingga, dan lain – lain.
o  Di samping itu ada beberapa kata kerja yang dipakai pula sebagai kata depan, yaitu : menurut, menghadap, mendapatkan, melalui, menuju,    menjelang, sampai.

i.        Kata Sandang atau Articula
Kata sandang itu tidak mengandung suatu arti tetapi mempunyai fungsi. Fungsi kata sandang adalah sebgai penentu  yaitu menentukan kata benda seperti yangbesar, yang jangkung, dan lain – lain. Kata – kata sandang yang umum dalam bahasa Indonesia adalah: yang, itu, nya, si, sang, hang, dang. Kata – kata sang, hang, dang banyak ditemui dalam kesusastraan lama, sekarang kurang digunakan lagi, kecuali sang, yang kadang – kadang digunakan untuk mengagungkan dan terkadang untuk menyatakan ejekan atau ironi.

j.        Kata Seru atau Interjectio
Kata seru dianggap sebagai kata paling tua dalam kehidupan bahasa. Dari awal mula perkembangan umat manusia sedikit demi sedikit diciptakan sistim – sistim bunyi untuk komunikasi antar anggota masyarakat. Dan bentuk yang paling tua diciptakan untuk mengadakan hubungan atau komunikasi itu adalah kata seru.

k.      Kata Berimbuhan
Dalam bahasa Indonesia imbuhan merupakan unsur  yang penting karena imbuhan dapat mengakibatkan perubahan jenis kata, bentuk kata, dan makna kata.
M.  Kata Ulang
Kata ulang yaitu kata dasar yang diulang. Dalam hal ini yang diulang bukan morfem melainkan kata.kita bisa melihat contoh berikut : sepeda-sepeda , berasal dari satu kata sepeda. Sebaliknya, kata kupu-kupu bukanlah kata ulang karena dalam bahasa Indonesia tiak dikenal kupu. Oleh karena itu, bentuk tersebut bukan merupakan kata ulang.

l.        Kata majemuk
Kata majemuk adalah kata yang terbentuk dari dua kata yang berhubungan secara padu dan hasil penggabungan itu menimbulkan makna baru.  Kata majemuk memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
Ø  Gabungan kata  itu menimbulkn makna baru
Ø  Gabungan  kata  itu tidk dapat dipisahkan
Ø  Gabungan kata itu tidak dapat disisipi unsur lain
Ø  Tidak dapat diganti salah satu unsurnya
Ø  Tidak dapat dipertukarkan etak unsur-unsurnya
3. Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan berikut ini:
*     Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa berfleksi, seprti bahasa Arab, bahasa Latin, bahasa Sansekerta, untuk dapat digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
*     Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya, contoh dalam bahasa Indonesia dapat diberikan, misalnya, dari kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas verba: dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang berkelas nomina.
C.    Proses Morfemis
Proses morfemis dapat dikatakan sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem  yang lain yang merupakan bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam proses morfemis ini terdapat tiga proses yaitu: afiksasi, pengulangan atau reduplikasi, dan pemajemukan atau penggabungan (komposisi).
1. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur:
*      Dasar atau bentuk dasar
*      Afiks
*      Makna gramatikal yang dihasilkan
Bentuk (atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31). Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono, 1995:145). Contoh:
*      Berbaju
*      Menemukan
*      Ditemukan
*      Jawaban.
Bila dilihat pada contoh, berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks), pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya ada dua jenis afiks yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Afiks inflekif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigma infleksional.
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem maupun tidak (Cahyono, 1995:145).Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang, compang-camping, sayur-mayur.
Dalam bahasa Indonesia, gejala reduplikasi dapat dibagi kedalam lima bagian, yaitu:
*    Dwipurwa adalah pengulangan suku pertama pada leksem dengan pelemahan vokal. Contoh: lelaki, tetamu, sesama, dan pepatah.
*    Dwilingga adalah pengulangan leksem secara utuh. Contoh: rumah-rumah, ibu-ibu dan pagi-pagi.
*    Dwilingga salin suara adalah pengulangan leksem dengan variasi fonem. Contoh: mondar-mandir, pontang-panting dan bolak-balik.
*    Dwiwasana adalah pengulangan bagian belakang dari leksem. Contoh: pertama-tama, sekali-kali dan perlahan-lahan.
*    Trilingga merupakan pengulangan onomatope dengan tiga kali variasi fonem. Contoh: cas-cis-cus dan dag-dig-dug.
Khusus mengenai reduplikasi ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan, yakni:
a)      Bentuk dasar reduplikasi dapat berupa morfem dasar seperti meja-meja, bentuk berimbuhan seperti pembangunan-pembangunan, dan bisa juga bentuk gabungan kata seperti surat-surat kabar atau surat kabar – surat kabar.
b)      Bentuk reduplikasi disertai afiks prosesnya mungkin (a) proses reduplikasi dan afiksasi bersamaan seperti berton-ton, (b) proses reduplikasi terlebih dahulu baru disusul proses afiksasi seperti mengingat-ingat, (c) proses afiksasi terjadi terlebih dahulu baru proses reduplikasi seperti kesatuan-kesatuan.
c)      Pada dasar yang berupa gabungan kata proses reduplikasi bisa berupa reduplikasi penuh dan reduplikasi parsial.
d)     Redupliasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivasional, seperti kita-kita, kamu-kamu, di-dia dsb
e)      Reduplikasi semantis, yaitu dua buah kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal seperti ilmu pengetahuan, hancur luluh dan alim ulama.
3. Penggabungan atau Pemajemukan (komposisi)
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat sehingga membentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas legsikal yang berbeda atau yang baru. Komposisi dartikan juga sebagai proses pembentukan kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka dan Suparno, 1994:181).Contoh:Sapu tangan, Rumah sakit, malaikatmaut dsb
Kita dapat mengatakan bahwa pemajemukan membentuk kata-kata dan  bukan hanya frasa-frasa sintaksis yang disebabkan oleh perbedaan di antara tekanan pola dalam kata-kata dan frasa. Pemajemukan yang memiliki kata-kata dalam golongan yang sama sebagai frasa mempunyai tekanan utama hanya pada kata pertama, sedangkan kata-kata perseorangan dalam frasa mempunyai penekanan utama sendiri-sendiri. Contoh: (tekanan utama dilambangkan dengan ´)
Kata majemuk             frasa
bláckbird                    bláck bírd
mákeup                       máke úp
Kata-kata majemuk lain bisa juga untuk menekankan pola, tetapi hanya jika mereka tidak mampu menjadi frasa. Pola ini juga hanya menekankan pada kata pertama saja seperti kata majemuk lainnya. Perbedaan-perbedaan ini sering terjadi, tetapi tidak selalu. Hal ini sering direfleksikan dalam penulisan umum seperti menulis sebuah kata majemuk sebagai satu kata atau menggunakan tanda-tanda penghubung untuk menyambung kata-katanya. Contoh:
eásy-góing                   eásy-going
mán-máde                   mán-made
hómemáde                   homemade
4. Perubahan Intern
Perubahan intern adalah perubahan bentuk morfem yang terdapat dalam morfem itu  sendiri.Di samping menambahkan imbuhan pada sebuah morfem (afiksasi) atau mengulang seluruh atau sebagian morfem (reduplikasi) untuk membedakan analisis proses morfologi, ada juga proses morfologis yang disebut modifikasi internal morfem. Berikut adalah beberapa contoh dalam bahasa Inggris:
*      Meskipun pola biasa dari bentuk jamak ditambahkan pada morfem infleksi, beberapa kata dalam bahasa Inggris membuat  sebuah modifikasi internal, misalnya man tetapi men, woman tetapi women, goose tetapi geese dan lain-lain.
*      Pola biasa dari past tense dan past participle adalah ditambahkannya sebuah imbuhan, tetapi beberapa verba juga menunjukkan perubahan internal, seperti:
break, broke, broken
bite, bit, bitten
ring, rang, rung
sing, sang, sung.
*      beberapa  kelas kata hanya bisa berubah dengan menggunakan modifikasi internal, seperti:
strife, strive
teeth, teethe
breath, breathe
life, live (V)
life, live (adj).
5. Suplisi
Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya bentuk sama sekali baru.Situasi ini muncul karena ada dua kata berbeda yang ditafsirkan memiliki arti yang sama diinterpretasikan sebagai kata yang sama. Sebagai contoh dalam bahasa Inggris akhiran verba beraturan bentuk past tense dibentuk dengan menambahkan /-† /, /-d /, or /-É™d /. Kebanyakan kata-kata dalam bahasa Inggris, begitu juga kata-kata susunan baru dalam bahasa Inggris seperti scroosh atau blat akan mempunyai format past tense ini.
walk                /wak/                           walked             /wak†/
scroosh           /skruÅ¡/                         scrooshed        /skruÅ¡†/
Ada juga beberapa kelas kata umum dalam bahasa Inggris bentuk past tense yang berubah huruf vokalnya, misalnya:
sing                  /sÒ‘Å‹/                             sang                 /sæŋ/
run                   /r^n/                             ran                   /ræŋ/
Bahasa Arab klasik memberikan contoh lain. Bentuk jamak yang normal untuk kata benda diakhiri dengan /-a†/ dengan memperpanjang bunyi hurufnya. Contoh:
/dira:sa†/          ‘(a) study’       /dira:sa:†/         ‘studies’
/haraka†/          ‘movement’     /haraka:†/         ‘movements’

6. Modifikasi kosong
Modifikasi kosong ialah proses morfologis yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuknya tetapi konsepnya saja yang berubah.Contoh: read- read-read
7. Konversi
konversi sering juga disebut derivasi zero, transmutasi, dan transposisi yaitu proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Kata free dalam kalimat the old free fell adalah sebuah nomina, tetapi dalam the dogs will free the coon adalah bentuk verba yang persis sama dengan bentuk nominanya.
8. Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat. Tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Seperti lab (untuk laboratorium), hlm (untuk halaman), hankam (untuk pertahanan dan keamanan) dan SD (untuk Sekolah Dasar)
Proses morfemis menurut Verhaar
  1. Afiksasi adalah pengimbuhan afiks
  2. Prefix adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar.Contoh:  mengajar
  3. Sufiks adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasar. Contoh: ajarkan
  4. Infiks adalah imbuhan yang disisipkan dalam kata dasar. Contoh: gerigi
  5. Konfiks adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar. Contoh: perceraian
  6. Fleksi adalah afiksasai yang terdiri atas golongan kata yang sama. Contoh: mengajar – diajar
  7. Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan kata yang tidak sama. Contoh: mengajar – pengajar
  8. Interfiks yaitu suatu jenis infiks yang muncul di antara dua unsur. Dalam bahasa indonesia interfiks terdapat pada kata-kata bentukan baru, misalnya: interfiks –n-dan –o. Contoh: indonesia-logi → indonesianologi dan jawa-logi → jawanologi.
D.    Morfofonemik
Morfofonemik, di sebut juga morfonemik , morfofonologi,atau morfonologi, tau peristiwa perubahannya wujud morfemis dalamsuatu proses morfologis, baik afiksasi,reduplikasi, maupun komposisi.
Perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dapatberwujud:
(1) pemunculan fonem,
(2) pelepasan fonem,
(3) peluluhanfonem,
 (4) perubahan fonem
Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang mengikutinya.

Contoh.
a. Fonem /N/ Morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang mengikutinya berawalan p,b,f.
                meN- + paksa ____ memaksa
                peN- + bantu ____  pembantu
b. meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ ---(t,d,s)
c. meN- dan peN- berubah menjadi fonem /meng-/ ---(k,g,h dan vokal).
d. meN- dan peN- berubah menjadi fonem /meny-/ ---(s,c,j).
 (5) pergeseran fonem.
Pergeseran perubahan fonem adalah pindahnya sebuah fonem dari silabel yang satu ke silabel yang lain, biasanya ke silabel berikutnya.






DAFAT PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti M.K., 2009. KajianBahasa Indonesia I. Jakarta: DepartemenPendidikandanKebudayaan.
Faisal, M., dkk. 2009. KajianBahasa Indonesia SD. Jakarta: DirektoratJendralPendidikanTinggiDepartemenPendidikanNasional.
Finoza, Lamuddin. 2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diks
http://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/24/struktur-hirarkis-kata-kata-dan-proses-pembentukan-kata-dalam-bahasa/



RESUME KAJIAN KEBAHASAAN SD
Tentang
TATANAN LINGUISTIK (3) : SINTAKSIS



Oleh

Kelompok 5:

1.      AMRI RAZAK ( 1200557)
2.      ALDO JUANDRI ( 1200709)
3.      LUSIANA SAUDELLA (1200643)
4.      VINA IASHA (1200586)


Dosen Pembimbing:  Nur Azmi Alwi,S.S,M.Pd


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UPP IV BUKITTINGGI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013

Morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran iinguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau grarnatika. Morfosintaksis merupakan gabungan dari morfologi dan sintaksis. Morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan sintaksis membica­rakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran.
1.StrukturSintaksis
Secara umum struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K). Susunan fungsi sintaksis tidak selalu berurutan S, P, O dan K. Keempat fungsi ini tidak harus ada dalam setiap struktur sintaksis.Namun banyak pakar yang menyatakan bahwa suatu struktur sintaksis minimal harus memiliki fungsi Subyek dan fungsi Predikat.
Mengenai harus munculnya sebuah Objek pada kalimat yang Prediatnya bebera verba transitif, ternyata dalam bahasa Indonesia ada sejumlah verba transitif yang Obyeknya tidak perlu ada, yaitu verba yang secara simatik menyatakan ”kebiasaan” atau verba itu mengenai orang pertama tunggal atau orang banyak secara umum.
Adapula pendapat lain yang menyatakan bahwa hadir tidaknya suatu fungsi sintaksis tergantung pada konteksnya. Umpamanya dalam kalimat jawaban, kalimat perintah, dan kalimat seruan. Maka yang muncul hanyalah fungsi yang menyatakan jawaban, perintah, atau seruan itu. Para ahli tata bahasa tradisional berpendapat bahwa fungsi Subyek harus diisi oleh kategori nomina, fungsi Predikat oleh kategori verba, fungsi Obyek oleh kategori nomina., dan fungsi Keterangan oleh kategori adverbia. Akibat dari pandangan ini maka kalimat ”dia guru” adalah salah yang seharusnya kalimat itu diberi kata adalah atau menjadi.
Eksistensi struktur sintaksis terkecil di topang oleh urutan kata, bentuk kata yang intonasi. Urutan kata ialah letak atau posisi kata yang satu dengan yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Konstruksi tiga jam memiliki makna berbeda dengan konstruksi tiga jam. Bentuk kata umpamanya kalau kata melirik pada kalimat nenek melirik kakek di ganti dengan dilrik, maka makna kata tersebut menjadi beruah. Alat sintaksis ketiga yang dalam bahasa di tulis tidak dapat digambarkan secara akurat dan teliti yang akibatnya seringkali menimbulkan kesalahpahaman adalah intonasi. Perbedaan modus kalimat bahasa Indonesia tampaknya lebih ditentukan oleh intonasinya daripada komponen segmentalnya. batas antara subjek dan predikat dalam bahasa Indonesia biasanya ditandai dengan intonasi berupa pada naik dan tekanan. Kelompok kata atau frase dalam bahasa Indonesia batasnya juga sering ditandai dengan tekanan pada kata terakhir.
Alat sintaksis yang keempat adalah konektor yang biasanya berupa sebuah morfem atau gabungan morfem yang secara kuantitas merupakan kelas yang tertutup. Dilihat dari sifat hubungannya konektor ada dua macam yaitu konektor koordinatif dan konektor subordinatif.
2.Kata sebagai satuan sintaksis
Dalam tataran morfologi kita merupakan satuan terbesarm tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil. Yang secara hierarkiral menjadi komponen pembentuk frase. Kata sebagai pengisi satuan sintaksis ada dua macam, yaitu kata penuh (fullword) dan kata tugas (function word).
Yang merupakan kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba, ajektiva, adverbia, dan numeralia. Sedangkan yang termasuk kata tugas adalah kata-kata berkategori dan konjungsi.
3. Frase
Pengertian Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi satah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Frase tidak memiliki makna baru, melainkan makna sintaktik atau makna gramatikal bedanya dengan kata majemuk yaitu kata majemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau memiliki satu makna.
Jenis Frase
1.      Frase Eksostentrik
Frase eksosentrik adalah frase yang komponen komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhan­nya. Misalnya, frase di pasar, yang terdiri dari komponen di dan komponen pasar. Frase eksosentirk biasanya dibedakan atas frase eksosentrik yang direktif dan frase eksosentrik yang nondirektif. Frase eksosentrik yang direktif komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke dan dari, dan komoponen keadaanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina. Frase eksostentrik yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus, saperti si dan sang atau kata lain seperti y ang para dan kaum, sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategorinomina, ajetifa, atau verba.

2.      Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya. Misalnya, sedang komponen keduanya yaitu membaca dapat menggan­tikan kedudukan frase tersebut.

3.      Frase Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat dihubungkan oleh kunjungsi koordinatif.

4.      Frase Apositif
 Frase apositif adalah frase koordinatif yang kedua k komponenanya saling merujuk sesamanya, dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.


PerluasanFrase
Salah satu ciri prase adalah bahwa frase itu dapat diperluas, maskudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang ditampilkan. Dalam bahasa Indonesia, perluasan frase sangat produktif. Pertama, karena untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal. Faktor kedua adalah bahwa pengungkapan konsep kata, modalitas aspek, jenis, jumlah ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa perfiks, melainkan dinyatakan dengan unsur leksikal. Faktor lain adalah keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep terutama untuk konsep nomina biasanya digunakan konjungsi.

4.Klausa
Klausa merupakan tataran dalam sintaksis yang berada diatas tataran frase dan dibawah tatarankalimat.

4.1.PengertianKlausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada kom­ponen, berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan.

Sebuah konstruksi disebut kalimat kalau kepada konstruksi itu diberikan intonasi final atau intonasi kalimat. Jadi, konstruksi nenek mandi baru dapat disebut kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final kalau belum maka masih berstatus klausa. Tempat klausa adalah di dalam kalimat.

4.2.JenisKlausa
Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa bebas dan klausa terikat. Klausa  bebas dalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai subyek dan predikat, dan karena itu mempunyai potensi untuk menjadi kalimat mayor.

Klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap. Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan adanya klausa verbal, klausa nominal, klausa ajektival, klausa adverbial dan klausa preposisional. Dengan adanya berbagai tipe verba, maka dikenal adanya klausa transitif, klausa intransitif, klausa refleksif dan klausa resprokal.

Kluasa ajektival adalah klausa yang predikatnya berkategori ajektiva, baik berupa kata maupun frase. Klausa adverbial adalah klausa yang predikatnya berupa adverbial. Klausa preposisional adalah klausa yang predikatnya berupa frase berkategori.

Klausa numeral adalah klausa yang predikatnya berupa kata atau frase numerila. Klausa berupasat adalah klausa yang subjeknya terikat didalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang juga berlaku sebagai subjek.

5.Kalimat

5.1.Pengertian Kalimat

Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga buah, yaitu intonasi deklaratif, intonasi interogratif(?)dan intonasi seru(!)

5.2.Jenis Kalimat

Jenis kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai, kriteria atau sudut pandang.

5.2.1.Kalimat inti dan  Kalimat Non Inti

Kalimat inti atau disebut kalimat dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmarif. Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan berbagai proses transformasi, seperti transformasi pemasifan, transformasi pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerin­tahan, transformasi penginversian, trartsformasi pelesapan, dan trans­formasi penambahan. Di dalam praktek berbahasa, lebih banyak digunakan kalimat non inti daripada kalimat inti.

5.2.2.Kalimat Tunggal dan Kalimat  Majemuk

Kalau klausanya hanya satu, maka kalimat tersebut disebut kalimat tunggal. Kalau klausa di dalam kalimat terdapat lebih dari satu, maka kalimat itu disebut kalimat majemuk. Berdasarkan sifat hubungan klausa di dalam kalimat, dibedakan adanya kalimat majemuk koordinatif (konjungsi koordinatif seperti dan, atau, tetapi, lalu) kalimat majeuk subordinatif (kalau, ketika, meskipun, karena) dan kalimat majemuk kompleks ( terdiri dari tiga klausa atau lebih, baik dihubungkan secara koordinatif maupun subrodinatif atau disebut kalimat majemukcampuran.

5.2.3.KalimatMayordanKalimatMinor

          Kalau klausa lengkap sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat, maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Kalau klausanya tidak lengkap, entah terdiri subjek saja, predikat saja, ataukah keterangan saja, maka kalimat tersebut disebut kalimat minor.

5.2.4.KalimatVerbaldanKalimatNon-Verbal

         Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan frase atau frase verbal, bisa nomina, ajektiva, adverbial, atau juga numeralia. Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verba, maka biasanya dibedakan pula adanya kalimat transitif, kalimat intransitif, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat dinamis, kalimat statis, kalimat refleksif, kalimat resiprokal dan kalimat ekuatif.

5.2.5.KalimatBebasdanKalimatTerikat

         Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap, atau menjadi pembuka paragraf atau wawancara tanpa bantuankonteks.

5.3.IntonasiKalimat

Dalam bahasa Indonesia intonasi tidak berlaku pada tataran fonologi dan morfologi, melainkan hanya berlaku pada tataran sintaksis. Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa. Ciri-ciri intonasi berupa tekanan tempo dan nada.

5.4.Modus,Aspek,Kala,Modalitas,FokusdanDiatesis

5.4.1.Modus

Modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca tentang apa yang diucapkannya. Ada beberapa macam modus antara lain modus indikatif atau modus deklaratif, modus optatif, modus imperatif, modus interogratif, modus obligatif, modus desideratif, dan modus kondisional.

5.4.2.Apsek

Aspek adalah cara unatuk memandang pembentukan waktu secara internal didalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Berbagai macam aspek antara lain : aspek kuntinuatif, aspek inseptif, aspek progresif, aspek repetitif, aspek perfektif, aspek imperfektif, dan aspek sesatif.

5.4.3.Kala

Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan di dalam predikat.

5.4.4.Modalitas

Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan dan peristiwa atau juga sikap terhadap lawan bicara.

5.4.5.Fokus

Fokus adalah unsur yang menonjol bagian kalimat sehingga perhatian pendengar atau pembacatertujupadabagianitu. Fokus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama yang memberi tekanan pada kalimat yang difokuskan. Kedua dengaa mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan. Ketiga, dengan cara memakai partikul pun, yang, tentang dan adalah pada bagian kalimat yang difokuskan. Keempat dengan mengontraskan dua bagian kalimat dan yang kelima dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.

5.4.6.Diatesis

Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu. Beberapa macam diatesis antara lain diatesis aktif, diatesis pasif, diatesis refleksif, diatesis resiprokal, dan diatesis kausatif.


6.Wacana

Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana.

6.1. Pengertian Wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan gramatikal tertinggi atau terbesar. Persyaratan gramatikal dalam wacana akan terpenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekhohesian maka akan terciptalah erensian.

6.2. Alat Wacana

Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi kohesif antara lain : konjungsi, kedua menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis, ketiga menggunakan elipsis.Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koherens dapat juga dibuat dengan bantuan pelbagai aspek semantik.

6.3. Jenis Wacana

Berbagai jenis wacana sesuai dengan sudut pandang dari mana wacana itu dilihat. Pertama-tama di lihat adanya wacana lisan dan wacana tulis berkenaan dengan sarannya, yaitu bahasa lisan dan bahasa. Dilihat dari penggunaan bahasanya ada wacana prosa dan wacana puisi.

6.4. Subsatuan Wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang utuh dan lengkap, maksudnya adalah wacana ini satuan ”ide” atau ”pesan” yang disampaikan akan dapat dipahami pendengar atau pembaca tanpa keraguan, atau tanpa merasa adanya kekurangan informasi dari ide atau pesan yang tertuang dalam wacana itu.


7. Catatan Mengenai Hierarki Satuan

Fonem membentuk morfem, lalu morfem akan membentuk kata, kemudian kata akan membentuk frase, selanjutnya frase akan membentuk klausa, sesudah itu klausa akan membentuk kalimat, dan akhirnya kalimat akan membentuk wacana.
Kiranya urutan hieraki itu adalah urutan normal teoritis disamping urutan normal itu bisa dicatat adanya kasus pelompatan tingkat, pelapisan tingkat, dan penurunan tingkat.



DAFTAR PUSTAKA

Chaer,Abdul.1994.Linguistik Umum.Jakarta:Rineka
Abercrombie,D.1967.Elements of General Phonologi.Edinburgh:Edinburgh University Press
Altchison,Jesn.1972.General Linguistics. London:The English Universities Press Ltd