RESUME KAJIAN
KEBAHASAAN SD
Tentang
OBJEK
KAJIAN LINGUISTIK DALAM BAHASA
Oleh
Kelompok 5:
1.
AMRI RAZAK ( 1200557)
2.
ALDO JUANDRI ( 1200709)
3.
LUSIANA SAUDELLA (1200643)
4.
VINA IASHA (1200586)
Dosen Pembimbing: Nur Azmi Alwi,S.S,M.Pd
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UPP IV BUKITTINGGI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
OBJEK KAJIAN
LINGUISTIK DALAM BAHASA
Setiap
kegiatan yang sifatnya ilmiah tentu mempunyai obek kajian. Begitu juga dengan
linguistik. Objek linguistik adalah bahasa. Namun ada juga disiplin ilmu lain
yang menjadikan bahasa sebagai objek sampingannya. Oleh karena itu kita harus
memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan bahasa itu sendiri, agar kita
bisa memahami bagaimana pendekatan linguistic terhadap objeknya.
I.
PENGERTIAN BAHASA
Kata
bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian.
Definisi bahasa menurut Sapir, Badudu, dan Keraf bahasa itu tidak menonjolkan
fungsi, tetapi menonjolkan sosok bahasa itu seperti apa yang dikemukakan Kridalaksana
dan juga Joko Kentcono, yaitu “Bahasa adalah system lambang bunyi yang arbitrer
yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri”.
Istilah
bahasa sering dugunakan dalam arti kiasan dan dalam arti harfiah. Bahasa yang
digunakan dalam arti kiasan seperti "bahasa tari", "bahasa
tubuh", "bahasa alam", dan sebagainya. Adapun arti bahasa dalam
arti harfiah seperti yang kita temukan dalam ungkapan seperti "ilmu
bahasa", "bahasa Indonesia", "Bahasa Inggris", dan
lain sebagainya.
Dalam
pengertian demikian maka kita akan mengenal istilahlangage,
langue, dan parole. Langange yaitu objek yang paling abstrak,
karena dia berwujud bahasa secara universal. Langue yaitu objek yang
abstrak, karena langue itu berwujud system suatu bahasa tertentu
secara keseluruhan. Sedangkan parole yaitu objek konkret,
karena parole itu berwujud ujaran nyata yang diucapkan.
Sebagai
Objek kajian, parole merupakan objek konkret karena parole itu berwujud ujaran
nyata diucapkan oleh para bahasawan dari suatu masyarakat bahasa. Langue
merupakan objek yang abstrak karena langue itu berwujud sistem suatu bahasa
tertentu secara keseluruhan, sedangkan langage merupakan objek yang paling
abstrak karena dia berwujud sistem bahasa secara universal. Yang dikaji
linguistik secara langsung adalah parole itu, karena parole itulah yang
berwujud konkret, yang nyata, yang dapat diamati, atau diobservasi. Kajian
terhadap parole dilakukan untuk mendapatkan kadiah-kaidah suatu langue, dan dari
kajian terhadap langue ini akan diperoleh kaidah-kaidah langage, kaidah bahasa
secara universal.
Dalam
pendidikan formal di sekolah menengah, kalau ditanyakan apakah bahasa itu,
biasanya akan menjawab “bahasa adalah alat komunikasi”. Jawaban itu tidak
salah, tetapi juga tidak benar, sebab jawaban itu hanya menyatakan “bahasa
adalah alat”. Jadi, fungsi dari bahasa itu yang di jelaskan, bukan “sosok”
bahasa itu sendiri. Memang benar, fungsi bahasa adalah alat komunikasi bagi
manusia, tetapi pertanyaan yang diajukan di atas bukan “apakah fungsi bahasa?”
melainkan “apakah bahasa itu?” maka, jawabannya haruslah berkenaan dengan
“sosok” bahasa itu, bukan tentang fungsinya. Jawaban bahwa “bahasa adalah alat
komunikasi” untuk pertanyaan “apakah bahasa itu?” memang wajar terjadi karna
karena bahasa itu adalah fenomena social yang banyak seginya. Sedangkan segi
fungsi tampaknya merupakan segi yang paling menonjol di antara segi-segi yang
lain. Karena itu tidak mengherankan kalau banyak juga pakar yang membuat definisi
tentang bahasa pertama-tama menonjolkan segi fungsinya itu, seperti sapir
(1221:8). Badudu (1989:3) dan keraf (1984:16).
Jawaban
terhadap pertanyaan “apakah bahasa itu?” yang tidak menonjolkan fungsi tapi
menonjolan “sosok” seperti yang dikemukakan Kridalaksana (1983 dan juga dalam
Djoko Kentjono 1982): “bahasa adalah system lambang bunyi yang arbitrer (tdk
memiliki hubungan antara lambang bahasa yang brupa bunyi dengan konsep atau
pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut), yang digunakan oleh para
anggota kelompok social untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan
mengidentifikasikan diri” definisi ini sejalan dengan definisi dari barber,
wardhough, trager, de Saussure dan bolinger.
Oleh
karena itu, meskipun bahasa itu tidak pernah lepas dari manusia, dalam arti,
tidak ada kegiatan manusia yang tidak disertai bahasa, tetapi karena rumitnya
menentukan suatu parole bahasa atau bukan, hanya dialeg saja dari bahasa yang
lain, maka hingga kini belum pernah ada berapa angka yang pasti, berapa jumlah
bahasa yang ada di dunia ini.
II.
Hakekat Bahasa
Definisi
bahasa dari kridalaksana yang dikutip di atas, dan sejalan dengan definisi
mengenai bahasa dari beberapa pakar lain, kalau dibutiri akan didapatkan
beberapa sifat dan ciri yang hakiki dari bahasa. Sifat atau ciri itu, antara
lain, adalah (1) bahasa itu adalah system, (2) bahasa itu wujud lambang, (3)
bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu
bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik,
(8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu bersifat produktif, (10)
bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu
berfungsi sebagai alat interaksi social, dan (13) bahasa itu merupakan
identitas penuturnya.
1. Bahasa
adalah sebuah sistem
Sistem
berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna
atau berfungsi. Sebagai sebuah sistem, bahasa sekaligus bersifat sistematis dan
sistemis. Sistematis, artinya bahasa tersusun berdasarkan suatu pola tertentu,
sedangkan sistemis artinya bahasa bukan merupakan system tunggal, tetapi
terdiri dari sub-sistem/sistem bawahan.
Sebagai
sebuah sistem bahas itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan
sistematis, artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola; tidak tersusun
secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan
merupakan sistem tunggal: tetapi terdiri juga terdiri juga dari subsistem: atau
sistem bahasan.
Jenjang
subsistem dalam linguistik, dikenal dengan nama tataran linguistik atau bahasa.
Jika diurutkan dari tataran terendah sampai tertinggi, yang menyangkut ketiga
subsistem struktural yaitu tataran fonem, morfem, frase, klausa, kalimat, dan
wacana.
Kajian
linguistik itu sendiri terbagi dalam beberapa tataran, yaitu tataran fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan tataran leksikon. Tataran morfologi sering
digabung dengan tataran sintaksis menjadi tataran gramatika atau tata bahasa.
Ada juga tataran pragmatik, yaitu kajian yang mempelajari penggunaan bahasa dengan
berbagai aspeknya.
2. Bahasa
sebagai lambang
Kata lambang sering dipadankan
dengan simbol dengan pengertian yang sama. Lambang termasuk dalam bidang
kajian ilmu semiotika/semiologi yaitu ilmu yang meempelajari tanda-tanda
yang ada kehidupan manusia, termasuk bahasa. Ilmu semiotika/semiologi
ditokohi oleh Charles Sanders Peirce dari AS dan Ferdinand de Saussure dari
Eropa yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda dalam kehidupan manusia.
Perbedaan
yang mendasar mengenai tanda dengan lambang yaitu istilah tanda dalam bidang
semiotika adalah sesuatu yang dapat mewakili ide, pikiran, benda, perasan, dan
tindakan secara langsung atau alamiah. Misal, apabila kita melihat rumput
dihalaman basah berarti menjadi tanda telah turun hujan.
Sedangkan
lambang atau simbol menandai sesuatu yang lain secara konvensional, tidak
secara alamiah dan konvensional. Misal, bendera kuning dijadikan tanda akan
adanya kematian.
Tanda-tanda
lain yang dijadikan objek dalam kajian semiotika yaitu :
a. Gerak
isyarat (gesture) yaitu
gerak anggota badan tanpa bersifat imperatif. Gaya isyrat ini mungkin merupakan
tanda mungkin juga merupakan symbol.
b. Gejala
(symptom) yaitu
suatu tanda yang tidak disengaja, yang dihasilkan tanpa maksud , tetapi alamiah
untuk menunjukkan atau mengungkapkan bahwa sesuatu akan terjadi. Gejala sebenarnya
agak mirip dengan tanda,
hanya gejala itu agak terbatas.sebab tidak
semua orang bisa menjelaskan artinya atau apa yang akan terjadi nanti,
sedangkan tanda itu berlaku umum.
c. Ikon yaitu tanda yang paling mudah
dipahami karena kemiripannya dengan sesuatu yang diwakili. Karena itu , ikon
sering disebut gambar dari wujud yang diwakilinya.
d. Indeks yaitu tanda yang menunjukkan adanya
sesuatu yang lain. Contohnya, asap yang menunjukkan adanya api.
e. Kode
Ciri
kode sebagai tanda adalah adanya system, baik yang berupa symbol, sinyal,
maupun gerak isyarat yang dapat mewakili pikiran, perasaan, ide, benda, yang
disepakati dengan maksud tertentu.
3. Bahasa
adalah bunyi
Dari
dua pasal diatas telah disebutkan bahwa bahasa adalah system dan bahasa adalah
lambang; dan kini, bahasa adalah bunyi, maka seluruhnya dapat dikatakan, bahwa
bahasa adalah system lambang bunyi. Jadi, system bahasa itu berupa lambang yang
wujudnya berupa bunyi. Masalahnya sekarang adalah apakah yang dimaksud dengan bunyi
itu, dan apakah semua bunyi itu termasuk dalam lambang bahasa. Kata bunyi, yang
sering sukar dibedakan dengan kata suara, sudah biasa kita dengar dalam
kehidupan sehari-hari. Secara teknis, menurut kridalaksana (1983:27) bunyi
adalah kesan pada pusat saraf sebagai akibat dari getaran gendang telinga yang
bereaksi karna perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Bunyi itu bisa
bersumber pada gesekan atau benturan benda-benda, alat suara pada binatang, dan
manusia.
Yang
dimaksud dengan bunyi bahasa atau yang termasuk lambang bahasa adalah
bunyi-bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Jadi bunyi yang bukan
dihasilkan oleh alat ucap manusia tidak termasuk bunyi bahasa. Tetapi juga
tidak semua bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia termasuk bunyi bahasa
contohnya teriak, bersin, batuk-batuk dan bunyi orokan.
Bahwa
hakikat bahasa adalah bunyi, atau bahasa lisan, dapat kita saksikan sampai kini
banyak sekali bahasa di dunia ini, termasuk di Indonesia, yang hanya punya
bahasa lisan: tidak mempunyai bahasa tulisan, karena bahasa-bahasa tersebut
tidak atau belum mengenal sistem aksara.
4. Bahasa
itu Bermakna
Dari
pasal-pasal terdahulu sudah dibicarakan bahwa bahasa itu adalah system lambang
yang berwujud bunyi, atau bunyi ujar sebagai lambang tentu ada yang
dilambangkan. Maka, yang dilambangkan itu adalah suatu pengertian, suatu
konsep, suatu ide, atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud bunyi
itu. Oleh karena lambang-lambang itu mengacu pada suatu konsep, ide, atau
pemikiran, maka dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyai makna.
Contoh:
lambang bahasa yang berwujud bunyi (kuda): lambang ini mengacu pada konsep
“sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikenderai”.
Dalam studi semantik ada teori yang
mengatakan bahwa makna itu sama dengan bendanya, tetapi ada juga yang
mengatakan bahwa makna itu adalah konsepnya sebab tidak semua lambing bahasa
yang berwujud bunyi itu mempunyai hubungan dengan benda-benda konrit di alam
nyata.
Lambing-lambang
bunyi bahasa bermakna tiu dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang
berwujud marfem, kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Semua satuan itu
memiliki makna. Namun, karena perbedaan tingkatnya, maka jenis maknanya pun
tidak sama.
Bentuk-bentuk
bunyi yang tidak bermakna dalam bahasa apapun bukanlah bahasa, sebab fungsi
bahasa adalah menyampaikan pesan, konsep, ide, atau, pemikiran.
5. Bahasa
Itu Arbiter
Kata
arbitrer bisa diartikan sewenang-wenang, berbah-ubah, tidak tetap. Sedangkan
yang dimaksud dengan istilah arbitrer adalah tidak adanya hubungan wajib antara
lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang
dimaksud oleh lambang tersebut.
Ferdinand
de Saussure dalam dikotominya membedakan apa yang disebut signifiant dan
signifie. Signifiant adalah lambang bunyi itu, sedangkan signifie adalah konsep
yang dikandung oleh signifiant.
Dalam
peristilahan Indonesia digunakan istilah penanda untuk signifiant dan istilah
petanda untuk konsep yang dikandungnya. Hubungan antara signifiant (penanda)
dengan signifie (petanda) itulah yang bersifat arbitrer atau tidak ada hubungan
wajib antara keduanya. Kearbitreran bahasa terlatak pada hubungan antara
lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya. Onomatope (kata yang berasal
dari tiruan bunyi) ini lambangnya memberi saran dan petunjuk bagi konsep yang
dilambangkan, jadi dapat dikatakan konsep yang dilambangkannya tidak bersifat
arbitrer.Memang ada juga yang berpendapat bahwa ada sejumlah kata dalam bahasa
apapun, yang lambangnya berasal dari bunyi benda yang diwakilinya, hal ini
disebut dengan anomatope.
Kalau
ditanya bunyi benda yang sama terdengar berbeda oleh penutur bahasa yang
berlainan, agak sukarlah menjawabnya. Mungkin juga sebagi akibat, kearbiteran
bahasa itu, atau juga karena sistem bahasa itu tidak sama.
6. Bahasa
Itu Konvensional
Meskipun
hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer,
tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat
konvensional. Artinya semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi
bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya.
Contoh binatang berkaki empat yang biasa dikenderai, yang secara arbitrer
dilambangkan dengan bunyi (kuda), maka anggota masyarakat bahasa Indonesia,
semuanya, harus mematuhinya. Kalau tidak di patuhinya, dan menggantikan dengan
lambang lain, maka komunikasi akan terhambat. Bahasanya menjadi tidak bisa
dipahami oleh penutur bahasa Indonesia lainnya: dan berarti pula dia telah
keluar dari konvensi itu.
jadi,
kalau kearbiteran terletak pada hubungan antara lambang-lambang bunyi dengan
konsep yang dilambangkannya, maka kekonvensionalan bahasa terletak pada
kepatuhan penutur bahasa untuk menggunakan bahasa sesuai dengan konsep yang
dilambangkanny.
7. Bahasa
itu Produktif
Kata
produktif adalah bentuk ajektif dari kata benda produksi. Arti produktif
adalah “banyak hasilnya”, atau lebih tepat “terus-menerus menghasilkan”. Lalu,
kalau bahasa itu dikatakan produktif maka maksudnya, meskipun
unsure-unsur bahasa itu terbatas, tetapi unsure-unsur yang jumlahnya terbatas
itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang jumlahnya tidak terbatas, meski
secara realtif, sesuai dengan system yang berlaku dalam bahasa itu. Umapanya,
kita ambil fonem-fonem bahasa Indonesia/a/,/i/,/k/,dan /t/; maka dari keempat
fonem itu dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa.
Bahasa
dikatakan produktif, apabila unsur-unsur bahasa itu terbatas, tetapi dengan
unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu mampu dibuat satuan bahasa yang
jumlahnya tidak terbatas, meski sesuai dengan sistem yang berlaku.
Keproduktifan
bahasa memang ada batasnya. Dalam hal ini dapat dibedakan adanya dua macam
keterbatasan, yaitu keterbatasan pada tingkat parole dan langue. Keterbatasan
pada tingkat parole adalah adanya ketidaklaziman
atau kebelumlaziman bentuk-bentuk yang dihasilkan. Pada tingkat langue
keproduktifan itu dibatasi karena kaidah atau system yang berlaku.
Misal:
bentuk memberlakukan dan pemertahanan adalah bentuk baru yang
berterima karena tidak menyalahi kaidah pembentukan kata bahasa Indonesia. Selain itu, keproduktifan
pembentukan katadalam bahasa Indonesia denagn afiks-afiks tertentu tampaknya
juga dibatasi cirri-ciri inheren bentuk dasarnya.
8. Bahasa
Itu Unik
Setiap
bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Bahasa dikatakan bersifat unik
berarti setiap bahasa mempunyai ciri khas yang speifik yang tidak dimiliki
bahasa lain. Ciri khas ini menyangkut system bunyi, sistem pembentukan
kata,kalimat atau sistem lainnya. Saah satu keunikan bahasa Indonesia yaitu
tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis, maksudnya makna kata
tetap yang berubah makna keseluruhan kalimat. Misalnya: Dia menangkap
ayam, tekanan dibrikan pada dia, makna kalimat itu adalah bahwa yang
melakukan tindakan menangkap ayam adalah dia, tindakan yang dilakukan
menangkap, dan yang ditangkap adalah ayam.
Keunikan
yang menjadi salah satu ciri bahasa ini terjadi pada masing-masing bahasa,
seperti bahasa batak, bahasa jawa, bahasa inggris atau bahasa cina. Kalau
keunikan terjadi pada suatu bahasa yang berada dalam satu rumpun atau satu
kelompok bahasa, disebut ciri dari rumpun atau golongan bahasa itu.
9. Bahasa
Itu Universal
Bahasa
itu bersifat universal, artinya ada ciri-ciri yang sama dimiliki oleh setiap
bahasa yang ada di dunia ini. Bukti lain dari keuniversalan bahasa adalah bahwa
setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna.Misalnya: mempunyai
6 buah vokal dan 22 buah konsonan, bahasa Arab mempunyai 3 buah vokal pendek
dan 3 buah vocal panjang serta 28 buah konsonan, dan bahasa Inggris mempunyai
16 buah vocal (termasuk diptong) dan 24 buah konsonan.
Bukti
lain dari ke-universalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa
mempunyaisatuan-satuan bahasa yang bermakna, entah satuan yang namanya kata,
frase, kalusa, kalimat dan wacana. Namun, bagaimana satuan-satuan itu terbentuk
mungin tidak sama.
Ada
juga yang mengatakan bahwa ciri umum yang dimiliki leh bahasa-bahasa dalam satu
rumpun, atau juga dimiliki oleh sebahagian besar bahsa-bahsa yang ada di dunia
ini, sebagai ciri setengah universal. Kalau dimiliki oleh semua bahasa yang ada
di dunia ini baru bisa disebut universal.
10. Bahasa
Itu Dinamis
Bahasa
adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan
dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang
berbudaya dan bermasyarakat.
Keterikatan
dan keterkaitan bahasa dengan itu dengan manusia, sedangkan dalam kehidupannya didalam
masyarakat kegiatan manusia itu tidak tetap dan selalu berubah, sehingga bahasa
manjadi ikut berubah, tidak tetap, dan menjadi statis sehingga bahasa itu di
sebut dinamis.
Perubahan
bahasa bisa terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis,
sematik, maupun leksikon. Dalam bidang fonologi, misalnya: Bahasa Indonesia
dulu belum mengenal fonem f, kh, sy.
Perubahan
yang paling jelas dan paling banyak terjadi adalah pada bidang leksikon dan
semantik. Barangkali, hampir setiap saat ada kata-kata baru muncul sebagai
akibat perubahan budaya dan ilmu, atau ada kata-kata lama yang muncul dengan
makna baru. Perubahan dalam bahasa ini, dapat juga bukan terjadi berupa
pengembangan dan perluasan, melainkan berupa kemunduran sejalan dengan
perubahan yang dialami masyarakat bahasa yang bersangkutan.
11. Bahasa
itu bervariasi
Setiap
bahasa digunakan oleh sekelompok orang yang termasuk dalam suatu masyarakat
bahasa. Misalnya anggota masyarakat bahasa terdiri dari berbagai orang yang
berstatus sosial dan berbagai latar budaya yang tidak sama, sehingga bahasa
yang digunakan menjadi bervariasi atau beragam.
Mengenai
variasi bahasa ini ada 3 istilah yang perlu diketahui, yaitu idiolek, dialek,
dan ragam. Idiolek
adalah variasi atau ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Setiap orang tentu
mempunyai cirri khas masing-masing. Misal karangan Sutan Takdir Alisyahbana.
Dialek
adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok orang masyarakat pada
suatu waktu atau tempat. Misal bahasa Jawa dialek Surabaya. Variasi bahasa berdasrkan tempat
ini lazim disebut dengan dialek egional, dialek areal, atau dialek geografi.
Variasi bahasa ynag digunakan pada masa tertentu disebut dialek temporal atau
kronolek. sedangkan bahasa yang digunakan sekelompokm anggota masyarakat dengan
status sosial tertentu disebut dialek sosial atau sosiolek.
Ragam
bahasa adalah variasi bahasa yang digunakan dala situasi, keadaan, atau untuk
keperluan tertentu. Misal ragam bahasa bertelegram.
12. Bahasa
Itu Manusiawi
Yang
membuat alat komunikasi manusia itu yaitu bahasa, produktif dan dinamis, dalam
arti dapat dipakai untuk menyatakan sesuatu yang baru, berbeda dengan alat
komunikasi binatang, yang hanya itu-itu saja, dan statis, tidak dapat dipakai
untuk sesuatu yang baru, bukanlah terletak pada bahasa itu dan alat komunikasi
itu. Alat komuniksi manusia yang namanya
bahasa bersifat manusiawi, dalam
arti
milik manusia dan hanya digunakan oleh manusia.Sedangkan alat komunikasi
binatang bersifat terbatas, hanya digunakan untuk hidup kebinatangngannya saja.
Demikianlah
di atas telah dibicarakan ciri bahasa yang dapat dianggap sebagai sifat hakiki
bahasa.
III.
BAHASA DAN FAKTOR LUAR BAHASA
Objek kajian linguistik mikro adalah
struktur intern bahasa (sosok bahasa itu sendiri), sedangkan objek kajian linguistik
makro adalah bahasa dan faktor-faktor diluar bahasa atau segala hal yang berkaitan
dengan kegiatan manusia dalam masyarakat.
a. Masyarakat
Bahasa
Yaitu sekelompok orang yang merasa
menggunakan bahasa yang sama. Sehingga
konsep
masyarakat bahasa bisa menjadi luas / bahkan menjadi sempit.
Karena
titik berat pengertian masyarakat bahasa pada “merasa menggunakan bahasa yang
sama”, maka konsep masyarakat bahasa dapat menjadi luas dan dapat menjadi
sempit. Akibat lain dari konsep “merasa
menggunakan bahasa yang sama” maka patokan linguistic umum menegnai bahasa
menjadi longgar.
Akhirnya ada masalah tentang
masyarakat bahasa, bagaimana dengan masyarakat yang bilingual dan multilingual,
seperti keadaan di Indonesia. Masyarakat bilingual yaitu kelompok masyarakat
yang menggunakan dua bahasa yaitu bahasa indonesia dan bahasa daerahnya.
Sedangakan masyarakat multilingual yaitu kelompok masyarakat selain menggunakan
2 bahasa diatas juga ditambah dengan bahasa
asing.
b. Variasi
dan status Sosial Bahasa
Dalam
beberapa masyarakat tertentu ada semacam kesepakatan untuk membedakan adanya dua
macam variasi bahasa yang dibedakan berdasarkan status pemakainya. Yang pertama
adalah variasi bahasa tinggi (biasa disingkat variasi bahasa T), dan yang lain
variasi bahasa rendah (biasa disingkat R). Variasai T digunakan dalam
situasi-situasi resmi, sedangkan variasi bahasa R digunakan dalam bahasa tidak
resmi atau bahasa non formal. Adanya perbedaan variasai bahasa T dan bahasa R
isebut dengan istilah diglosia. Masyarakat yang mengadakan perbedaan bahasa ini
disebut masyarakat diglosis.
c. Penggunaan
Bahasa
Adanya
berbagai macam dialeg dan berbagai macam bahasa menimbulkan masalah, bagaimana
kita harus menggunakan bahsa itu di dalam masyarakat. Umpamanya dalam bahsa
Indonesia ada disebutkan bahwa kata ganti orang kedua dalam bahsa Indonesia
adalah kamu atau engkau. Kedua kata ganti itu, hanya dapat digunakan untuk
orang kedua yang sebaya,lebih muda atau kedudukan sosilanya lebih rendah.
Akibatnya kedua kata ganti itu jarang dipakai, meskipun ada dalam kaidah.
d. Kontak
bahasa
Dalam
masyarakat yang terbuka artinya yang para anggotanya dapat menerima kedatangan
anggota dari masyarakat lain, baik dari satu masyarakat atau lebih, akan
terjadilah apa yang disebut kontak bahsa. Bahasa dari masyarakat yang menerima
kedatangan akan saling mempengaruhi dengn bahasadari masyarakat yang datang.
Hal
yang sangat menonjol yang bisa terjadi dari adanya kontak bahasa ini adalah
terjdinya terjadinya bilingualisme dan multilingualisme denganberbagai maam kasusnya, seperti
interferensi, integrasi, alih kode, dan campur kode.
Kepastian
seseorang untuk menggunakan dua bahasa sangat tergantung pada adanya kesempatan
untuk menggunakankedua bahasa itu. Kefasihan atau kemampuan terhadap dua bahasa
akan memudahkan seseorang untuk secara bergantian menggunakan kedua bahasa itu.
Dalam
Masyarakat yang bilingual maupun yang multilingual seringkali terjadi peristiwa
yang disebut alihkode yaitu beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa atau
pun ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa
lain)
e. Bahasa
dan Budaya
Dalam sejarah linguistik ada suatu
hipotesis yang sangat terkenal mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan.
Hipotesis ini berasal dari Edward sapir dan Benjamin Lee Whorf, oleh karena itu
disebut hipotesis Sapir-Worfh menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan.
Jadi, bahasa itu menguasai cara berfikir dan bertindak manusia.
Masyarakat
yang kegiataannya sangat terbatas seperti masyarakat suku-suku bangsa yang
terpencil, hanya mempunyai kosakata yang terbatas jumlahnya. Karena eratnya
hubungan antara bahasa dengan kebudayaaan ini maka ada pakar yang menyamkan
hubungan keduanya itu sebagai bayi kembar siam, dua hal yang tidak bisa
dipisahkan.
IV.
Klasifikasi Bahasa
Klasifikasi bahasa terjadi karena
berkembangnya study linguistic historis komparatif, studi yang mengkhusus pada
telaah perbandingan bahasa. Klasifikasi dilakukan dengan melihat kesamaan cirri
yang ada pada setiap bahasa.
Menurut
Greenberg (1957:66) suatu klasifikasi yang baik harus memenuhi persyaratan
antara lain:
·
Nonabitrer (criteria klasifikasi itu
tidak boleh semaunya, hanya ada satu kriteria.
·
Ekshaustik (stlh klasifikasi di lakukan
tidak ada lagi sisanya; semua bahasa yang ada dapat masuk kedalam salah satu
kelompok).
·
Unik (bahasa yang telah masuk ke salah
satu kelompok , maka dia tidak bisa masuk lagi dalam kelompok yang lain).
1) Klasifikasi
Genetis (Geologis
Klasifikasi
genetis adalah klasifikasi berdasarkan garis keturunan bahasa-bahasa itu.
Artinya, suatu bahasa berasal atau diturunkan dari bahasa yang lebih tua.
Menurut teori klasifikas enetis ini, suatu bahasa proto (bahasa tua, atau
bahasa semula) akan pecah akan menurunkan dua bahasa baru atau lebih. Kemudian
bahasa-bahasa lain akan menurunkan lagi bahasa-bahasa pecahan berikutnya.
Keadaaan
dari sebuah bahasa menjadi sejumlah bahasa lain denagn cabang-cabang dan
ranting-rantingnnya member gambaran seperti batang pohon yang terbalik. Karena
itulah penemu teori ini disebut teori batang pohon.
Klasifikasi
genetis dilakukan berdasarkan criteria bunyi dan arti, yaitu atas kesamaan
bentuk (bunyi) dan makna yang dikandungnya. Apa yang dilakukan kalisifikasi
genetis ini sebenarnya sama dengan teknik yang dilakukan dalam linguistic
historis komparatif, yaitu adanya korespondensi bentuk dan makna.oleh karena
itu, klasifikasi genetis bisa dikatakan merupakan hasil pekerjaan linguistic
hostoris komparatif.
Klasifikasi
genetis ini menunjukkan bahwa perkembangan bahasa-bahasa di dunia ini bersifat
divergensif, yakni memcah dan menyebar menjadi banyak: tetapi pada masa
mendatang karena situasi politik dan perkembangan teknologi dan komunikasi yang
semakin canggih, perkembangan yang konfergensif tampaknya akan lebih mungkin
dapat terjadi.
2) Klasifikasi
Typologis
Klasifikasi
typologis dilakukan berdasarkan kesamaan type atau tipe-tipe yang terdapat
dalam sejumlah bahasa. Tipe ini merupakan unsur tertentu yang dapat timbul
berulang-ulang dalam suatu bahasa yaitu mengenai bunyi, morfem, kata, frase,
kalimat,dan lain-lain.
Klasifikasi
pada tataran morfologi yang telah dilakukan pada abad XIX secara garis besar
dapat di bagi tiga kelompok, yaitu :
·
Kelompok pertama adalah yang semata-mata
menggunakan bentuk bahasa sebagai dasar klasifikasi
·
Kelompok kedua menggunakan akar kata
sebagai dasar klasifikasi
·
Kelompok ketiga yaitu menggunakan bentuk
sintagsis sebagai dasar klasifikasi.
3) klasifikasi
Areal
Klasifikasi
area dilakukan berdasarkan adanya hubungan timbal balik antara bahasa yang satu
dengan bahasa yang laindi dalam suatu area atau wilayah, tanpa memperhatikan
apakah bahasa
itu berkerabat secara genetik atau tidak. Yang terpenting adanya data pinjam
meminjam yang meliputi pinjaman arti saja. Pinjam meminjam ini karena kontak
sejarah, bersifat histris dan konservatif.
Klasifikasi
ini bersifat arditer karena dalam kontak sejarah, bersifat noneksnaustik karena banyak bahasa
yang bersifat tertutup. Dan klasifikasi ini bersifat nonunuk, sebab ada
kemungkinan sebuah bahsa dapat masuk dalam kelompok tertentu dan dapat pula
masuk ke dalam kelompok lainnya.
4)
Klasifikasi Sosiolinguistik
Klasifikasi
sosiolinguistik dilakukan berdasarkan hubungan antara bahasa dengan
faktor-faktor yang berlaku dalam masyarakat: tepatnya berdasarkan status,
fungsi, penilaian yang diberikan masyarakat terhadap bangsa itu. Klasifikasi
sosiolinguistik ini pernah dilakukan
oleh William A. Stuart tahun 1962. Klasifikasi ini dilakukan berdasarkan
empat ciri atau kriteria, yaitu:
Historisitas, standarisasi, vitalitas, homogenesitas.
V.
BAHASA TULIS DAN SISTEM AkSARA
Bahasa
adalah sebuah sistem bunyi jadi bahasa itu adalah apa yang dilisankan. Namun
linguistik tidak menutup diri terhadap bahasa tulis. Karena bahasa tulis dekat
sekali hubungannya dengan bangsa. Dalam linguistik bahasa lisan itu primer,
bahasa tulis itu sekunder.
Hubungan
antara fonem dengan huruf atau grafem ternyata juga bermacam-macam dalam bahasa
tidak sama dengan jumlah huruf yang tersedia.
Ejaan
yang ideal adalah ejaan yang melambangkan tiap fonem hanya dengan satu huruf
atau sebaliknya. Ejaan bahasa Indonesia belum seratus persen ideal namun
tampaknya ejaan bahasa Indonesia masih jauh lebih baik dari pada ejaan bahasa
Inggris.
Berkenaan
dengan bahasa adalah juga menjadi objek linguistik, maka bagi linguistik bahasa lisan adalah
primer, sedangkan bahasa tulis adalah bahasa sekunder. Meskipun dikatakan
bahasa lisan adalah primer dan bahasa tulis adlah sekunder, tetapi peranan dan
fungsi bahasa tulis didalam kehidupan modern sangat besar sekali.
Bahasa
tulis bisa dibuat orang dengan dasar pertimbangan dan pemikiran serta peluang
terjadinya kesalahan
sangat besar,
sedangkan dalam bahasa lisan setiap kesalahan bisa segera diperbaiki, lagi pula
bahasa lisan sering dibantu oleh intonasi, tekanan, mimik, dan gerak-gerik si
pembicara.
Fungsi
bahasa
Dari
paparan diatas kita bisa mengetahui apa fungsi bahasa setidaknya ada tiga,
yaitu:
1.
Untuk berkomunikasi dengan sesame
manusia,
2. Untuk
bekerjasama dengan sesame manusia
3. Untuk
mengidentifikasi diri.
TATARAN
LINGUISTI (1)
FONOLOGI
A.
PENGERTIAN FONOLOGI
Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang
menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi ini berasal dari
gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi
dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga
tata bunyi. Akan tetapi, bunyi yang dipelajari dalam Fonologi bukan bunyi
sembarang bunyi, melainkan bunyi bahasa yang dapat membedakan arti dalam bahasa
lisan ataupun tulis yang digunakan oleh manusia. Bunyi yang dipelajari dalam
Fonologi kita sebut dengan istilah fonem.
Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi
adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut
fungsinya.
Fonem tidak memiliki makna, tapi
peranannya dalam bahasa sangat penting karena fonem dapat membedakan makna.
Misalnya saja fonem [l] dengan [r]. Jika kedua fonem tersebut berdiri sendiri,
pastilah kita tidak akan menangkap makna. Akan tetapi lain halnya jika kedua
fonem tersebut kita gabungkan dengan fonem lainnya seperti [m], [a], dan [h],
maka fonem [l] dan [r] bisa membentuk makna /marah/ dan /malah/. Bagi orang
Jepang kata marah dan malah mungkin mereka anggap sama karena dalam bahasa
mereka tidak ada fonem [l]. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk
mempelajari Fonologi.
Fonem dalam bahasa Indonesia terdiri
atas empat macam. Ada fonem yang benar-benar asli dari bahasa Indonesia, namun
ada pula fonem yang berasal dari berbagai bahasa lain namun penggunaannya sudah
dibakukan. Dalam pembahasan berikut, saya tidak akan membedakan antara fonem
yang asli dengan fonem yang serapan. Gambaran mengenai perkembangan fonologi
dari waktu ke waktu dapat dilihat lewat berbagai aliran dalam fonologi.
a. Aliran Kazan
Tokohnya Mikolaj Kreszewski, aliran
ini mendefinisikan fonem sebagai satuan fonetis tidak terbagi yang tidak sama
dengan antropofonik yang merupakan kekhasan tiap individu. Tokoh utama aliran
kazan adalah Baudoin de Courtenay (1895). Menurut linguis ini, bunyi–bunyi yang
secara fonetis berlainan disebut alternan, yang berkerabat secara histiris dan
etimologis. Jadi, meskipun dilafalkan berbeda, bunyi – bunyi itu berasal dari
satu bentuk yang sama.
Pada 1880, Courtenay melancarkan
kritiknya terhadap presisi atas beberapa fona yang dianggapnya tidak
bermanfaat. Pada 1925, paul passy mempertegas kritik tersebut.
Ferdinand De Saussure.
Ferdinand De Saussure.
Dalam bukunya “Cours de Linguistique
Generale” ‘Kuliah Linguistik umum’, Saussure mendefinisikan fonologi sebagai
studi tentang bunyi – bunyi bahasa manusia.dari definisi tersebut tercermin
bahwa bunyi bahasa yang dimaksud olehnya hanyalah unsure – unsure yang
terdengar berbeda oleh telinga dan yang mampu menghasilkan satuan – satuan
akustik yang tidak terbatas dalam rangkaian ujaran. Jadi dapat dikatakan bahwa
Saussure menggunaklan criteria yang semata – mata fonetis untuk menggambarkan
fonem dan memempatkannya hanya pada poros sintagmatik.
Lalu Saussure mengoreksinya dan
mengatakan bahwa pada sebuah kata yang penting bukanlah bunyi melainkan
perbedaan fonisnya yang mampu membedakan kata itu dengan yang lain.
Dengan konsep – konsepnya, meskipun
tidak pernah mencantumkan istilah struktur maupun fungsi, Saussure dianggap
telah membuka jalan terhadap studi fonologi yang kemudian diadaptasi oleh
aliran Praha.
b. Aliran Praha
Kelahiran fonologi ditandai dengan
“Proposition 22” ‘Usulan 22’ yang diajukan oleh R. Jakobson, S. Karczewski dan
N. Trubetzkoy pada konggres Internasional I para linguisdi La Haye, april 1928.
Pada 1932 jakobson mendefinisikan fonem sebagai sejumlah ciri fonis yang mampu
membedakan bunyi bahasa tertentu dari yang lain, sebagai cara untuk membedakan
makna kata. Jadi konsep fonem merupakan sejumlah ciri pembeda (ciri
distingtif).
c. Aliran Amerika
Tokoh aliran ini adalah Edward Sapir
(1925), seorang etnolog dan linguis yang terutama memeliti bahasa – bahasa
Indian Amerika. Menurutnya, sistem fonologi bersifat fungsional. Kiprah Sapir
diteruskan oleh penerusnya dari Yale, Leonard Bloomfield , yang karyanya
“Language” menjadikan dirinya bapak linguistik Amerika selama 25 tahun. Pada
buku itu Bloomfield menjelaskan banyak hal tentang definisi – definisi mutakhir
tentang fonem, istilah ciri pembeda, zona penyebaran fonem, kriteria dasar
dalam menentukan oposisi fonologis dan lain- lain.
Sifat behaviouris dan antimentalis
Bloomfield mengantarkannya pada konsepsi tentang komunikasi sebagai perilaku
dimana sebuah stimulus (ujaran penutur) memunculkan reaksi mitra tutur.
Menurutnya, yang penting dalam bahasa adalah fungsinya untuk menghubungkan
stimulus penutur dengan reaksi mitra tutur. Agar fungsi itu terpenuhi, pada
tataran bunyi cukuplah kiranya jika setiap fonem berbeda dengan yang lainnya.
Sehingga zona penyebaran fonem dan sifat akustiknya bukanlah sesuatu yang
penting. Pada tataran fonologi umum, pionir fonologi Amerika lainnya, W.F
Twaddell pada 1935 menerbitkan monografi. Di dalamnya Twaddell menegaskan bahwa
satuan–satuan fonologis bersifat relasional. Daniel Jones dan Aliran
Fonetik Inggris Sejak 1907 Daniel Jones mengajar fonetik di University of
London. Setelah itu ia kemudian lebih banyak menggelti praktek fonologi di
Inggris. Kegiatannya di jurusan fonetik di University of college lebih
difokuskan pada transkripsi fonetis dan pengajaran pelafalan bahasa – bahasa
dunia. Perhatiannya pada dua hal itu membuat dirinya memiliki konsep tersendiri
tentang fonem. Pada 1919, dalam “Colloquial Sinhalese Reader” yang
diterbitkannya bersama H.S Parera, Jones memberikan definisi fonem yang berciri
distribusional.
Jones menggambarkan fonem sebagai
realitas mental. Maksudnya, dalam studi tentang sifat alamiah fonem, kita juga
dapat menggunakan baik intuisi, rasa bahasa maupun cara – cara lain yang
bersifat psikologis. Hal ini menunjukkan bahwa Jones lebih suka pada sifat
fonem, alih–alih fungsinya. Dengan sudut pandang seperti itu sebenarnya Jones
sudah memasuki daerah kerja fonologi, dalam analisisnya ia memasukkan data
fonologi tertentu, namun dengan menyingkirkan sudutpandangfonologis.
B.
PEMBAGIAN FONOLOGI
Menurut Hierarki satuan bunyi yang
menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara
umum fonetik biasanya dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari
bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi
sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi
fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi
tersebut sebagai pembeda makna.
Marilah kita
lihat percakapan ini:
Orang I: apakah
tugasmu hari ini?
Orang II:
membuat resensi buku
Orang I:
resensi buku? buku siapa?
Orang II: ah,
buku dalam bahasa arab
Orang I: dalam
bahasa arab?
Orang II:
ya,kita kan mahasiswa bahasa arab.
Dari percakapan
ini kita hanya mendengar deretan bunyi baik yang dikeluarkan oleh orang I
maupun orang II. Bunyi-bunyi ini disebut, bunyi bahasa yang kebetulan
kita mengerti, karena kita adalah penutur bahasa Indonesia. Seandainya ada
orang jerman yang kebetulan mendengar percakapan ini, pasti dia tidak mengerti
bahasa Indonesia. Ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa tertentu menurut
fungsinya, untuk membedakan makna leksikal disebut fonologi ( phonology).
Di Amerika istilah fonologi disebut fonemik (phonemics) sedangkan di
eropa disamping fonemik terdapat pula fonetik. Jadi, bagi sarjana di eropa,
misalnya Belanda dan Inggris terdapat fonetik dan fonologi, sedangkan di
Amerika Serikat, baik fonetik maupun fonemik dibicarakan dalam satu tataran
yang disebut fonologi.
1.
FONETIK
Fonetik yaitu cabang kajian yang mengkaji bagaimana
bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik adalah
bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana
suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonetik juga
mempelajari cara kerja organ tubuh manusia terutama yang berhubungan dengan
penggunaan bahasa. Chaer membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu,
menjadi tiga jenis fonetik, yaitu:
a) Fonetik Artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik
fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja
dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu
diklasifikasikan.
b) Fonetik Akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai
peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi
getaranya, aplitudonya,dan intensitasnya.
c) Fonetik Auditoris mempelajari bagaimana mekanisme
penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
Dari ketiga jenis fonetik tersebut
yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris,
sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa
itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih
berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris berkenaan dengan bidang
kedokteran.
Kedua, fonemik yaitu
kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Chaer
mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi
membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u]; dan [r],
[a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang
pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi[r]. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda
dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.
Istilah lain yang berkaitan dengan Fonologi antara
lain fona, fonem, konsonan, dan vokal.
(a) Fona adalah bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum
terbukti membedakan arti, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang
membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut
alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi, fonem berbeda dengan huruf. Untuk menghasilkan suatu bunyi
atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu:
1.
Udara.
2.
Artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak.
3.
Titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik
sentuh artikulator.
(b) Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar
tanpa rintangan. Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan
menggerakkan udara keluar dengan rintangan, dalam hal ini yang dimaksud dengan
rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau
perubahan posisi artikulator.
1.1
Alat Ucap
Dalam
fonetik artikulatoris hal pertama yang harus dibicarakan adalah alat ucap
manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa.
Nama-nama alat
ucap atau alat yang terlibat dalam produksi bunyi bahasa adalah sebagai berikut:
1.
paru – paru
2.
batang tnggorok
3.
pangkal tenggorok
4.
pita suara
5.
krikoid
6.
tiroid atau lekum
7.
aritenoid
8.
dinding rongga
kerongkongan
9.
epiglottis
10. akar
lidah
11. pangkal
lidah
12. tengah
ldah
13. daun
lidah
14. ujug
lidah
15. anak
tekak
16. langit-langit
lunak
17. langit-langit
keras
18. gusi,
lengkung kaki gigi
19. gigi
atas
20. gigi
bawah
21. bibir
atas
22. bibir
bawah
23. mulut
24. rongga
mulut
25. rongga
hidung
Bunyi-bunyi yang
terjadi pada alat-alat ucap itu biasanya diberi nama sesuai dengan nama alat
ucap itu. Nama-nama tersebut adalah;
1.
pangkal tenggorok –
laringal
2.
rongga kerongkongan – faringal
3.
pangkal lidah – dorsal
4.
tengah lidah – medial
5.
daun lidah – laminal
6.
ujung lidah – apikal
7.
anak tekak – uvular
8.
langit-langit lunak –
velar
9.
langit-langit keras –
palatal
10. gusi
– alveolar
11. gigi
– dental
12. bibir
– labial
1.2
Proses Fonasi
Terjadinya bunyi
bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemopaan udara keluar dari paru-paru
melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok yang didalamnya terdapat pita
suara. Berkenaan dengan hamabatan pada
pita suara ini perlu dijelaskan ada 4 macam posisi pita suara yaitu:
1. pita suara terbuka lebar
2. pita suara terbuka agak lebar
3. pita suara terbuka sedikit
4. pita suara tertuup rapat-rapat
Jika pita suara
terbuka lebar maka tidak akan terjadi bunyi bahasa. Jika pita suara terbuka
agak lebar maka akan terjadi bunyi ahasayang disebut bunyi tak bersuara
(voiceless). Kalau pita suara terbuka sedikit maka akan terjadilah bunyi
bahasa yang disebut bunyi bersara(voice). Jika pita suara tertutup rapat maka
akan terjadilah bunyi hamzah atau glotal stop.
Jika pita suara
terbuka lebar berarti tidak ada hambatan apa-apa, maka berarti juga tidak ada
bunyi yang dhasilkan. Posisi terbuka agak lebar akan menghasilkan bunyi-bunyi
tak bersuara apabila arus udara diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung.
Posisi terbuka sedikit akan menghasilkan bunyi bersuara apabila arus udara
diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung. Sedangkan posisi pita suara
menutup sama sekali langsung menghasilkan bunyi hamzah atau bunyi glottal.
Tempat bunyi
bahasa terjadi atau dihasilkan disebut tempat artikulasi. Proses terjadinya disebut proses artikulasi. Dan alat-alat
yangdigunakan disebut artikulator.
Dalam proses artikulasi ini biasanya terlibat dua macam articulator yaitu articulator aktif dan pasif.
-
Articulator aktif:
alat ucap yang bergerak dan digerakkan.
Misalnya:
bubur bawah, ujung lidah, dan daun lidah
-
Articulator pasif:
alat ucap yang tidak dapat bergerak atau yang didekati oleh articulator aktif.
Misalnya:
bibier atas, gigi atas, langit-langit keras
Keadaan, cara
atau posisi bertemunya articulator aktif dan artkulator pasif disebut striktur.
Dalam berbagai bahasa dijumpai bunyi ganda. Artinya ada dua bunyi yang lahir
dalam dua proses artikulasi yang berangkaian.
1.3 Tulisan Fonetik
Dalam studi
linguistik dikenal adanya beberapa macam sistem tulisan dan ejaan, diantaranya:
-
Tulisan fonetik untuk
ejaan fonetik.
-
Tulisan fonemis untuk
ejaan fonemis.
-
Sistem aksara tertentu
untuk ejaan ortografis.
Dalam
studi linguistic dikenal dengan adanya tulisan fonetik dari International
Phonetic Alphabet (IPA). Dalam tulisan fonetik setiap bunyi baik yang segmental
maupun yang suprasegmental dilambangkan secara akurat. Artinya, setiap bunyi
mempunyai lambang-lambangnya sendiri, meskipun perbedaanya hanya sedikit,
tetapi dalam tulisan fonemik haya perbedaan bunyi yang distingtif saja yakni
yang membedakan makna, yang dibedakan lambangnya.
1.4
Klasifikasi
Bunyi
Bunyi
bahasa dibedakan atas:
-
vocal
-
konsonan
Bunyi
vocal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka
sedikit menjadi bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari
paru-paru. Arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa hambatan
bunyi konsonan terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka
sedikit atau agak lebar diteruskan dirongga mulut atau rongga hidung dengan
mendapat hambatan ditempa-tempat artikulasi tertentu.
1. Klasifikasi Vokal
Bunyi
vocal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berasarkan posisi lidah dan
bentuk mulut. Posisi lidah biasa bersifat vertical dan horizontal.
Secara
vertical dibedakan adanya:
a. Vocal
tinggi, misalnya, bunyi {i} dan {u}.
b. Vocal
tengah, misalnya, bunyi [e] .
c. Vocal
rendah, misalnya , bunyi [a]
Secara
horizontal dibedakan:
a. Vokal
depan. Misalnya, bunyi [I dan [e]
b. Vokal
pusat, misalnya bunyi [∂]
c. Vocal
belakang, misalnya bunyi [u] dan [o]
Menurut bentuk mulut
dibedakan:
a.
Vocal bundar misalnya,
vocal [o] dan [u]
b.
Vocal tak bundar
misalnya, vocal [i] dan [e]
Berdasarkan
posisi lidah dan bentuk mulut itulah kemudian kita memberi nama akan
vocal-vokal itu, misalnya:
[i] adalah vokal depan
tinggi tak bundar
[e] adalah vkal depan
tengah tak bundar
[∂] adalah vocal pusat
tengah tak undar
[o] adalah vokal
belakang tngah bundar
[a] adalah vocal pusat
rendah tak bundar
2. Diftong
atau Vokal Rangkap
Disebut
diftong atau vocal rangkap karena posisi lidah etika memproduksi bunyi ini pada
bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Contoh diftong daam bahasa
Indonesia adalah [au] pada kerbau.
Diftong
sering dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya sehingga
dibedakan adanya:
1. Diftong naik, bunyi pertama
posisinya lebih rendah dari posisis bunyi yang kedua.
2. Diftong turun, karena
posisibuyi pertama lebih tiggi dari posisi yang kedua.
3.
Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi
konsonan biasanya dibedakan berdasarkan 3 patokan yaitu posisi pita suara,
tempat artikulasi, cara artikulasi.
Berdasarkan tempat
artikulasi:
1. Bilabial yaitu konsoan yang
terjadi pada kedua belah bibir atas. Contoh. Bunyi [b],[p],[m]. B] dan [p]
adalah bunyi oral yaitu dikelarkan melalui rongga mulut, dan bunyi [m ] adalah
bunyi nasal yatu bunyi yang dikeluarkan melalui rongga hidung.
2. Labiodental
yakni konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas. Contoh, bunyi [f]
dan [v]
3. Aminoalveolar
yakni konsonan yang terjadi pada daun lidah dn gusi. contohya, bunyi [t] da [d]
4. Dorsvelar
yakni konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum. Contohnya, bunyi [k]
dan [g]
Berdasarkan cara artikulasinya
dibedakan atas:
1. Hambat, contohnya, bunyi [p] [b]
[t] [d] [k] [g]
2. Geseran, contohnya bunyi [f] [s]
[z]
3. Paduan, contohya, bunyi [c] [j]
4. Senggauan, contohnya, bunyi [m]
[n] [Å‹]
5. Getaran, contohnya, bunyi [r]
6. Sampingan, contohnya, bunyi [l]
7. Hampiran, contohnya, [w] [y]
1.5 Unsur Suprasegmental
Dalam arus
ujaran ada bunyi yang dapat disegmentasikan sehigga disebut bunyi segmental,
tetapi yang berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi
tidak dapat disegmentasikan. Dalam studi bunyi mengenai bunyi atau unsure
suprasegmental itu biasanya dibedakan pula atas sebagai berikut:
1.
Tekanan atau stress
Tekanan
menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Tekanan ini mungkin terjadi secara
soradis, mungkin juga telah berpola,mungkin bersifat distingtif, dapat membedakan
makna, mungkin tidak distingtif.
2.
Nada atau Pitch
Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi.
Nada dalam bahasa-bahasa tertentu bisa bersifat fonemis maupun morfemis. Dalam bahasa tonal biasanya dikenal
dengan adanya lima macam nada, yaitu:
1.
Nada naik atau meninggi [ /]
2.
Nada datar [―]
3.
Nada turun [\]
4.
Nada turun naik [\/]
5.
Nada naik turun [/\]
Nada yang menyertai bunyi segmental di dalam kalimat disebut
intonasi. Dalam hal ini biasanya dibedakan menjadi
4 macam nada:
1.
Nada yang paling tinggi [4]
2.
Nada tinggi [3]
3.
Nada sedang [2]
4.
Nada rendah [1]
3. Jeda atau persendian
Jeda atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar
persambungan antara segmen yang satudengan yang lain.dibedakan:
1. Sendi
dalam menunjukkan batas antara satu silabel deengan silabel yang lain
2. Sendi
luar menunjukkan batas yang lebih bsar dari segmen silabel.
1.6
Silabel
-
Silabel adalah satuan
ritms terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtutan bunyi ujaran.
-
Onset adalah bunyi
pertama pada sebua silabel, seperti bunyi [s] pada kata sampah.
-
Koda adalah bunyi akhir
paa sebuah silabel seperti bunyi [n] pada kata paman.
2.
FONEMIK
Objek
penelitian fonetik adalah fon, yaitu bunyi bahasa
yang mengandung bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata atau
tidak.
Objek
penelitian fonemik adalah fonem yakni buyi
bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.
2.1 Identitas Fonem
Bunyi bisa
disebut fonem apabila satuan bahasanya memiliki beda makna. Fonem dari sebuah bahasa
ada yang mempunyai beban fungsional tinggi dan rendah. Dikatakaan bebab
fungsional tinggi apabila banya ditemui pasangan mnimal yang mengandung fonem
tersebut.
2.2 Alofon
Bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem disebut
alofon. Alofon- alofon dari seuah fonem
memiliki kemirian fonetis. Artinya banyak mempunyai kesamaan dalam
pengucapannya. Tentang distribusinya mungkin bersifat komplementer mungkin juga bersifat
bebas.
-
Distribusi komplementer adalah
distribusi yang tempatnya tidak bisa dipertukarkan.
-
Distribusi bebas adalaah bahwa
alofon-alofon itu boleh igunakan tanpaa persyaratan lingkungan bunyi tertentu.
2.3 Klasifikasi fonem
Kriteria dan
prosedur klasifikasi fonem sama dengan klasifikasi bunyi dan unsur
suprasegmental. Fonem-fonem yang berupa bunyi yang didapat sebagai hasil
segmentasi terhadaap arus ujaran disebut fonem segmental. Fonem yang berupa
unsure suprasegmental dsebut fonem suprasegmental atau fonem nonsegmental.
2.4 Khazanah Fonem
Khazanah
fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa.
Berapa jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan yang
dimiliki bahasa lain.
2.5 Perubahan Fonem
2.5.1 Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi
adalah peristiwa
berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagaiakibat dari bunyi yang
ada di lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama.
Contoh, sabtu dalam bahasa Indonesia lazim diucapkan [saptu]
-
Asimilasi fonemis
adalah perubahan yang menyebabkan berubahnya identitas sebuah fonem.
-
Asimilasi fonetis
adalah perubahan yang tidak menyebabkan berubahnya identitas sebuah fonem.
Asimilasi dibedakan menjadi 3:
1. Asimilasi Progresif: bunyi
yang diubah terletak dibelakang bunyi yang mempengaruhinya.
2. Asimilasi Regresif :
Bunyi yang diubah itu terletak dimuka bunyi yang mempengaruhinya
3. Asimilasi Resiprokal:
Perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi.
Disasimilasi
adalah peristiwa
perebahan yang menyebabkan dua buah fonem yang sama menjadi berbeda.
2.5.2 Netralisasi dan Arkifonem
- Contoh hasil
netralisasi, adanya bunyi [t] pada posisi akhir kata yang dieja hard.
- Contoh hasil
arkifonem, fonem [d] pada kata hard yang bias berwujud [t] dan [d]
2.5.3 Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vocal
-
Umlaut adalah perubahan vocal
sedemikian rupa sehingga vocal itu diubah menjadi vocal yang lebih tinggi
sebagai akibat dari vocal yang berikutnya yang tinggi.
-
Ablaut adalah perubahan vocal yang
kita temukan dalam bahasa-bahasa Indo-Jerman untuk menandai pelbagai fungsi
gramatikal.
-
Harmoni vocal adalah perubahan bunyi.
2.5.4 Kontraksi
Kontraksi adalah suatu pemendekan
yang dapat berupa hilangnya sebuah fonem atau lebih.
2.5.5 Metatesis dan Epentesis
1. Metatesis merupakan proses
mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata.
2. Epentesis adalah sebuah
fonem tertentu disisipkan kedalam sebuah kata.
2.6 Fonem dan Grafem
Fonem adalah
satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional ataua dapat membedakan makna kata.
RESUME KAJIAN
KEBAHASAAN SD
Tentang
TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI
Oleh
Kelompok 5:
1.
AMRI RAZAK ( 1200557)
2.
ALDO JUANDRI ( 1200709)
3.
LUSIANA SAUDELLA (1200643)
4.
VINA IASHA (1200586)
Dosen Pembimbing: Nur Azmi Alwi,S.S,M.Pd
UNIVERSITAS NEGERI PADANG ( UNP )
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UPP IV BUKITTINGGI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2013
TATARAN LINGUISTIK (2):
MORFOLOGI
Pengertian Morfologi
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan
dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta
pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau
dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk
kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik
maupun fungsi semantik.
Kata Morfologi berasal dari kata
morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan
dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang
terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua
kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu,
kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan,
yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk
kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan
perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi.
Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah
morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.
A. Morfem
1. Pengertian Morfem
Morfem adalah suatu bentuk bahasa
yang tidak mengandung bagian-bagian yang mirip dengan bentuk lain, baik bunyi
maupun maknanya. (Bloomfield, 1974: 6).Morfem adalah unsur-unsur terkecil yang
memiliki makna dalam tutur suatu bahasa (Hookett dalam Sutawijaya, dkk.). Kalau
dihubungkan dengan konsep satuan gramatik, maka unsur yang dimaksud oleh
Hockett itu, tergolong ke dalam satuan gramatik yang paling kecil.
Morfemdapat juga dikatakan unsur terkecil
dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa
Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua
morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan
morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
Berdasarkan konsep-konsep di atas di
atas dapat dikatakan bahwa morfem adalah satuan gramatik yang terkecil yang
mempunyai makna, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.
Kata memperbesar misalnya,
dapat kita potong sebagai berikut:
mem-perbesar
per-besar
Jika besar dipotong lagi, maka be-
dan –sar masing-masing tidak mempunyai makna. Bentuk seperti mem-,
per-, dan besar disebut morfem. Morfem yang dapat berdiri
sendiri, seperti besar, dinamakan morfembebas, sedangkan yang
melekat pada bentuk lain, seperti mem- dan per-, dinamakan
morfemterikat. Contoh memperbesar di atas adalah satu kata yang terdiri
atas tiga morfem, yakni dua morfem terikat mem- dan per- serta
satu morfem bebas, besar.
2. Morf dan Alomorf
Morf dan alomorf adalah dua buah
nama untuk untuk sebuah bentuk yang sama. Morf adalah nama untuk sebuah bentuk
yang belum diketahui statusnya (misal: {i} pada kenai); sedangkan
alomorf adalah nama untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui statusnya (misal
[b¶r], [b¶], [b¶l] adalah alomorf dari morfem ber-.Atau bias dikatakan bahwa
anggota satu morfem yang wujudnya berbeda, tetapi yang mempunyai fungsi dan
makna yang sama dinamakan alomorf. Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan
konkret (di dalam penuturan) dari sebuah morfem. Jadi setiap morfem tentu
mempunyai almorf, entah satu, dua, atau enam buah. Contohnya, morfem meN-
(dibaca: me nasal): me-, mem- men-, meny-, meng-, dan menge-. Secara fonologis,
bentuk me- berdistribusi, antara lain, pada bentuk dasar yang fonem
awalnya konsonan /I/ dan /r/; bentuk mem- berdistribusi pada bentuk dasar
yang fonem awalnya konsonan /b/ dan juga /p/; bentuk men- berdistribusi pada
bentuk dasar yang fonem awalnya /d/ dan juga /t/; bentuk meny- berdistribusi pada
bentuk dasar yang fonem awalnya /s/; bentuk meng- berdistribusi pada bentuk
dasar yang fonem awalnya, antara lain konsonan /g/ dan /k/; dan bentuk menge-
berdistribusi pada bentuk dasar yang ekasuku, contohnya {menge}+{cat}=
mengecat. Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama
tersebut disebut alomorf.
3. Klasifikasi Morfem
a. Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Morfem
ada yang bersifat bebas dan ada yang bersifat terikat.. Dengan kata lain morfen
bebas adalah morfen yang tanpa kehadiran morfen lain dapat muncul dalam
pertuturan. Misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, bagus, buku, saya dan
sebagainya termasuk morfem bebas karena kita dapat menggunakannya tanpa harus
terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain.MenurutSantoso(2004),morfembebasadalahmorfemyangmempunyaipotensiuntukberdirisendirisebagai kata dandapatlangsungmembentukkalimat. Dengandemikian,
morfembebasmerupakanmorfemyangdiucapkantersendiri;seperti:gelas,meja,pergidansebagainya.Morfembebassudahtermasukkata.
Tetapiingat, konsep kata tidakhanyamorfembebas,kata
jugameliputisemuabentukgabunganantaramorfemterikatdenganmorfembebas, morfemdasardenganmorfemdasar.Jadidapatdikatakanbahwamorfembebasitukatadasar.
Sedangkan morfem terikat adalah
morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam
pertuturan. Misalnya, “ber-“, “kan-“, “me-“, “juang”, “henti”, “gaul”, dsb.
Berkenaan dengan morfem terikat dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang
perlu dikemukakan, yaitu:
Bentuk
seperti juang, henti, gaul dan baur termasuk morfem terikat karena tidak dapat
muncul dalam pertuturan tanpa terlebih dahulu mengalami proses morfologi.bentuk
ini lazim disebut bentuk prakategorial (Verhaar 1978)
Bentuk
seperti baca, tulis dan tendang termasuk bentuk prakategorial karena bentuk
tersebut baru merupakan “pangkal” kata, sehingga baru bisa muncul dalam
pertuturan setelah mengalami proses morfologi.
Bentuk
renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang hany muncul dalam
kering kerontang) dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga termasuk
morfem terikat yang di sebut morfem unik.
Bentuk-bentuk
yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan, kalau, dan
atau secara sintaksis termasuk morfem terikat.
Klitika
merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya. Kemunculan dalam
pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi dapat di pisahkan. Menurut
posisinya klitika dapat dibedakan atas proklitika yaitu klitika yang berposisi
di muka kata yang diikuti seperti ku dan kau pada konstruksi kubawa. Dan
enklitika yaitu klitika yang berposisi di belakang kata yang dilekati seperi
–lah, -nya, dan –ku pada konstruksi nasibku.
MenurutSamsuri(1994), morfemterikattidakpernahdidalambahasayangwajardiucapkantersendiri. Morfem-morfemini, selaincontohyang
telahdiuraikanpadabagianawal, umpanya: ter-, per-,
-i,-an.Disampingituadajugabentuk-bentukseperti– juang, -gurau, -tawa,
yang tidakpernahjugadiucapkantersendiri,
melainkanselaludengansalahsatuimbuhanataulebih. Tetapisebagaimorfemterikat yang berbedadenganimbuhan,
bisamengadakanbentukanataukonstruksidenganmorfemterikatyanglain.
Morfemterikatdalambahasa IndonesiamenurutSantoso(2004)adaduamacam,yaknimorfemterikatmorfologisdanmorfemterikatsintaksis.Morfemterikatmorfologisyaknimorfemyang
terikatpadasebuahmorfemdasar,adalahsebagaiberikut:
a. prefiks(awalan):per-,me-,ter-,di-,ber-danlain-lain
b. infiks(sisipan):-el-,-em,-er-
c. sufiks(akhiran):-an,kan,-i
d. konfiks (imbuhan
gabungan senyawa)
mempunyai
fungsi macam- macamsebagaiberikut.
Imbuhanyangberfungsimembentukkatakerja,yaitu:me-,ber-, per-,-kan,-i,danber-an.
Imbuhanyangberfungsimembentukkatabenda,yaitu:pe-,ke-,
-an,ke-an,per-an,-man,-wan,-wati.
Imbuhanyangberfungsimembentukkatasifat:ter-,-i,-wi,-iah.
Imbuhanyangberfungsimembentukkatabilangan:ke-,se-.
Imbuhanyangberfungsimembentukkatatugas:se-,danse-nya. Dari contoh di
atas menunjukkan bahwa
setiap kata berimbuhan akan
b.
Morfem
Segmental dan Morfem Supra Segmental
Morfem segmental adalah morfem yang
terjadi dari fonem atau susunan fonem segmental. Sebagai contoh, morfem {rumah},
dapat dianalisis ke dalam segmen-segmen yang berupa fonem [r,u,m,a,h].
Fonem-fonem itu tergolong ke dalam fonem segmental. oleh karena itu, morfem
{rumah} tergolong ke dalam jenis morfem segmental.
Morfem supra segmental adalah
morfem yang terjadi dari fonem suprasegmental. Misal, jeda dalam bahasa
Indonesia. Contoh:
- bapak wartawan bapak//wartawan
- ibu guru ibu//guru
c. Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem
Tak Bermakna Leksikal
Morfem yang bermakna leksikal
merupakan satuan dasar bagi terbentuknya kata. morfem yang bermakna leksikal
itu merupakan leksem, yakni bahan dasar yzng setelah mengalami pengolahan
gramatikal menjadi kata ke dalam subsistem gramatika. Contoh: morfem {sekolah}.
berarti ‘tempat belajar’.
Morfem yang tak bermakna leksikal
dapat berupa morfem imbuhan, seperti {ber-}, {ter}, dan {se-}. morfem-morfem
tersebut baru bermakna jika berada dalam pemakaian. Contoh: {bersepatu} berarti
‘memakai sepatu’.
d. Morfem Utuh dan Morfem
Terbelah/Terbagi
Morfem utuh merupakan morfem-morfem
yang unsur-unsurnya bersambungan secara langsung. Contoh: {makan}, {tidur}, dan
{pergi}.
Morfem terbelah morfem-morfem yang
tidak tergantung menjadi satu keutuhan. morfem-morfem itu terbelah oleh morfem
yang lain. Contoh: {kehabisan} dan {berlarian} terdapat imbuhan ke-an atau
{ke….an} dan imbuhan ber-an atau {ber….an}. contoh lain adalah morfem{gerigi}
dan {gemetar}. Masing-masing morfem memilki morf /g..igi/ dan /g..etar/. Jadi, ciri
terbelahnya terletak pada morfnya, tidak terletak pada morfemnya itu sendiri.
morfem itu direalisasikan menjadi morf terbelah jika mendapatkan sisipan, yakni
morfem sisipan {-er-} pada morfem {gigi} dan sisipan {-em-} pada morfem
{getar}.
e. Morfem Monofonemis dan
Morfem Polifonemis
Morfem monofonemis merupakan morfem
yang terdiri dari satu fonem. Dalam bahasa Indonesia pada dapat dilihat pada
morfem {-i} kata datangi atau morfem{a} dalam bahasa Inggris pada
seperti pada kata asystematic.
Morfem polifonemis merupakan morfem
yang terdiri dari dua, tiga, dan empat fonem. Contoh, dalam bahasa Inggris
morfem {un-} berarti ‘tidak’ dan dalam bahasa Indonesia morfem {se-} berarti
‘satu, sama’.
f. Morfem Aditif, Morfem Replasif, dan
Morfem Substraktif, Morfem Beralomorf
Zero
Morfem aditif adalah morfem yang
ditambah atau ditambahkan. Kata-kata yang mengalami afiksasi, seperti yang
terdapat pada contoh-contoh berikut merupakan kata-kata yang terbentuk dari
morfem aditif itu: mengaji, childhood, berbaju dan houses.
Morfem replasif merupakan morfem
yang bersifat penggantian. dalam bahasa Inggris, misalnya, terdapat morfem
penggantian yang menandai jamak. Contoh: {fut} Ã {fi:t}.
Morfem substraktif adalah morfem
yang alomorfnya terbentuk dari hasil pengurangan terhadap unsur (fonem) yang
terdapat morf yang lain. Biasanya terdapat dalam bahasa Perancis.
Morfem beralomorf zero atau nol
yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental maupun
berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa kekosongan.
B. Kata
1. Hakikat Kata
Para linguis yang sehari-hari
bergelut dengan kata ini, hingga dewasa ini, kiranya tidak pernah mempunyai
kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang di sebut dengan kata itu. Satu
masalah lagi mengenai kata ini adalah mengenai kata sebagai satuan gramatikal.
Menurut verhaar (1978) bentuk-bentuk kata bahasa Indonesia, misalnya: mengajar,
di ajar, kauajar, terjar, dan ajarlah bukanlah lima buah kata yang berbeda,
melainkan varian dari sebuah kata yang sama. Tetapi bentuk-bentuk, mengajar,
pengajar, pengajaran, dan ajarlah adalah lima kata yang berlainan.
Kata adalah satuan terkecil dari
kalimat yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai makna. Kata-kata yang
terbentuk dari gabungan huruf atau morfem baru kita akui sebagai kata
bila bentuk itu sudah mempunyai makna. (Lahmudin Finoza).
Kata ialah morfem atau kombinasi
morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat
diujarkan sebagai bentuk yang bebas. (Kridalaksana). Perhatikan kata-kata di
bawah ini:
Mobil
Rumah
Sepeda
Ambil
Dingin
Kuliah.
Keenam kata yang kita ambil secara
acak itu kita akui sebagai kata karena setiap kata mempunyai makna. Kita pasti
akan meragukan, bahkan memastikan bahwa adepes, libma, ninggib, haklab bukan
kata dari bahasa Indonesia karena tidak mempunyai makna.
Dari segi bentuknya kata dapat
dibedakan atas dua macam, yaitu (1) kata yang bermofem tunggal, dan (2) kata
yang bermorfem banyak. Kata yang bermorfem tunggal disebut juga kata dasar
atau kata yang tidak berimbuhan. Kata dasar pada umumnya berpotensi untuk
dikembangkan menjadi kata turunan atau kata berimbuhan. Perhatikan perubahan
kata dasar menjadi kata turunan dalam tabel di bawah ini.
2. Klasifikasi kata
a. Kata
Benda atau Nomina
Kata benda adalah nama dari semua benda dan segala
yang dibendakan. Terdiri dari kata benda konkret kata benda abstrak. Untuk
menentukan apakah suatu kata masuk dalam kategori kata benda atau tidak, kita
menggunakan dua prosedur:
v Bentuk
Segala kata yang mengandung morfem terikat ( imbuhan
) : ke-an, pe-an, ke-, dicalonkan sebagai kata benda. Contoh: perumahan,
kecantikan, pelari, kehendak dan lain-lain.
v Kelompok
Kata
Kedua macam kata benda itu (baik yang berimbuhan
maupun yang tidak berimbuhan) dapat mengandung suatu ciri struktural yang sama
yaitu dapat diperluas dengan yang + Kata Sifat Contoh: perumahan yang
baru, pelari yang cepat, meja yang bagus dan pohon yang
tua.
b. Kata
Kerja atau Verba
Kata kerja adalah semua kata yang menyatakan
perbuatan atau perilaku. Berdasarkan pelengkapnya, kata kerja terbagi atas kata
kerja transitif yaitu kata kerja yang menghendaki adanya suatu pelengkap.
Contoh: memukul, menangkap, melihat dan sebagainya. Dan kata kerja
intransitif yaitu kata kerja yang tidak memerlukan pelengkap. Contoh: menangis,
meninggal, berjalan dan sebagainya. Untuk menentukan apakah suatu kata
masuk kata benda atau tidak, dengan cara mengikuti kedua prosedur di atas:
v Bentuk
Segala kata yang berimbuhan: me-, ber-, -kan,
di-, -i dapat dicalonkan menjadi kata kerja.
v Kelompok
Kata
Segala macam kata tersebut di atas dalam segi
kelompok kata mempunyai kesamaan struktur yaitu dapat diperluas dengan kelompok
kata dengan + Kata Sifat.
Contoh:
Ia berbicara dengan keras
Anak itu menari dengan gemulai
c. Kata
Sifat atau Adjektifa
Menurut Aristoteles, kata sifat adalah kata yang
menyatakan sifat atau hal keadaan sari sesuatu benda, misal tinggi, rendah,
lama, baru dan sebagainya. Untuk menentukan apakah suatu kata masuk kata
benda atau tidak, dengan cara mengikuti kedua prosedur di atas:
v Bentuk
Dari segi bentuk segala kata sifat dalam bahasa
Indonesia bisa mengambil bentuk: se + reduplikasi kata dasar + nya.
Contoh: se-tinggi-tinggi-nya dan se-baik-baik-nya
v Kelompok
Kata
Dari segi kelompok kata, kata-kata sifat dapat
diterangkan olek kata-kata: paling, lebih, sekali. Contoh: paling
besar, lebih besar, besar sekali dan paling baik, lebih
baik, baik sekali
d. Kata
Ganti atau Pronomina
Yang termasuk jenis kata ini adalah segala kata yang
dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang dibendakan. Kata ganti menurut
sifat dan fungsinya dapat dibedakan atas:
Kata ganti orang (pronomina personalia),
Kata ganti empunya (pronomina
possessiva) yaitu segala kata yang menggantikan kata ganti orang dalam
kedudukan sebagai pemilik: -ku, -mu, -nya, kami, kamu, mereka.
Kata ganti penunjuk (pronomina
demonstrativa) yaitu kata yang menunjuk di mana terdapat sesuatu benda.
Kata ganti penghubung (pronomina
relativa) yaitu kata yang menghubungkan anak kalimat dengan suatu kata benda
yang terdapat dalam induk kalimat.
Kata ganti penanya (pronomina
innterrogativa) yaitu kata yang menanyakan tentang benda, orang atau suatu
keadaan.
Kata ganti tak tentu (pronomina
indeterminativa) yaitu kata yang menggantikan atau menunjukkan benda atau orang
dalam keadaan yang tidak tentu atau umum. Contoh: masing-masing, siapa-siapa, seseorang
,sesuatu, para dsb
e. Kata Keterangan atau Adverbia
Kata keterangan
adalah suatu kata atau kelompok kata yang menduduki suatu fungsi tertentu,
yaitu fungsi untuk menerangkan kata kerja, kata sifat, kata keterangan yang
masing-masingnya menduduki pula suatu jabatan atau fungsi dalam kalimat.
Kata keterangan kualitatif yaitu kata keterangan yang menerangkan atau menjelaskan suasana
atau situasi dari suatu perbuatan. Biasanya dinyatakan dengan mempergunakan
kata depan dengan + kata sifat. Contoh: ia berjalan perlahan-lahan.
Kata keterangan waktu yaitu kata
keterangan yang menunjukkan atau menjelaskan berlangsungnya suatu peristiwa
dalam suatu biadang waktu: sekarang, nanti, kemarin, kemudian, sesudah itu,
lusa, sebelum, minggu depan, bulan depan, dan lain-lain.
Kata keterangan tempat. Kata ini memberi
penjelasan atas berlangsungnya suatu peristiwa atau perbuatan dalam suatu ruang,
seperti:di sini, di situ, di sana, ke mari,ke sana, di rumah, di bandung,
dari Jakarta dan sebagainya.
Kata keterangan kecaraan yaitu kata-kata yang menjelaskan suatu peristiwa karena
tanggapan si pembicara atas berlangsungnya peristiwa tersebut. Contoh:
memang, niscaya, pasti, sungguh, tentu, tidak, bukanya,
bukan,
baik, mari, hendaknya, kiranya,
jangan, masakan, mustahil,
mana boleh dsb
Keterangan aspek menjelaskan
berlangsungnya suatu peristiwa secara objektif, bahwa suatu peristiwa terjadi
dengan sendirinya tanpa suatu pengaruh atau pandangan dari pembicara.
Kata keterangan derajat yaitu keterangan yang menjelaskan derajat berlangsungnya suatu
peristiwa atau jumlah dan banyaknya suatu tindakan dikerjakan: amat hampir,
kira-kira, sedikit, cukup, hanya, satu kali, dua kali, dan seterusnya.
Kata keterangan alat yaitu keterangan yang menjelaskan dengan alat manakah suatu
prose situ berlangsung. Keterangan semacam ini biasanya dinyatakan oleh kata dengan
+kata benda. Contoh : ia memukul anjing itu dengan tongkat.
Keterangan kesertaan yaitu keterangan yang
menyatakan pengikut-sertaan seseorang dalan suatu perbuataan atau tindakan.
Contoh: Saya pergi ke pasar
bersama ibu.
Keterangan syarat yaitu keterangan yang
menerangkan terjadinya suatu proses di bawah syarat-syarat tertentu yang harus
dipenuhinya: jikalau, seandainya, jika, dan sebagainya.
Keterangan perlawanan yaitu keterangan yang membantah sesuatu peristiwa yang telah diperkatakan
terlebih dahulu. Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata: meskipun,
sungguhpun, biarpun, biar, meski, jika.
Keterangan sebab yaitu keterangan yang memberi keterangan mengapa sesuatu
peristiwa telah berlangsung. Kata-kata yang menunjukkan keterangan sebab
adalah: sebab, karena, oleh karena, oleh sebab, oleh karena itu, oleh
karenanya, dan sebagainya.
Keterangan akibat yaitu keterangan yang
menjelaskan akibat yang terjadi karena suatu peristiwa atau perbuatan.
Keterangan ini biasanya didahului oleh kata-kata : sehingga ,oeh karena itu,
oleh sebab itu, dan lain sebagainya.
Keterangan tujuan adalah keterangan yang menerangkan hasil atau tujuan dari
Sesuatu proses. Kata-kata yang
menyatakan keterangan tujuan adalah: supaya, agar, agar supaya, hendak,
untuk, guna, buat.
Keterangan perbandingan adalah
keterangan yang menjelaskan sesuatu perbuatan dengan mengadakan perbandingan
keadaan suatu proses denagn proses yang lain, suatu keadaan denagn keadaan yang
lain: kata-kata yang di pakai untuk menyatakan perbandingan itu adalah: sebagai,
seperti, seakan-akan, laksana, umpama, bagaimana.
Keterangan perwatasan adalah keterangan yang memberi penjelasan dalam hal-hal
mana saja suatu proses berlangsung, dan yang mana tidak: kecuali, hanya.
f. Kata Bilangan atau Numeralia
Kata bilangan
adalah kata yang menyatakan jumlah benda atau jumlah kumpulan atau urutan
tempat dari nama-nama benda. Menurut sifatnya kata bilangan dapat dibagi atas:
Kata
bilangan utama (numeralia cardinalia):satu, dua, tiga, empat, seratus,
seribu,dan sebagainya.
Kata
bilangan tingkat (numeralia ordinalia):pertama, kedua, ketiga, kelima, kesepuluh,
keseratus, dan sebagainya.
Kata
bilangan tak tentu:beberapa, segala, semua, tiap-tiap dan sebagainya
Kata
bilangan kumpulan:kedua, kesepuluh, dan sebagainya.
g. Kata Sambung atau
Conjunctio
Kata sambung adalah
kata yang menghubungkan kata-kata. Bagian-bagian kalimat atau menghubungkan
kalimat-kalimat itu dapat berlangsung dengan berbagai cara:
Menyatakan
gabungan: dan, lagi pula, serta.
Menyatakan
pertentangan: tetapi, akan tetapi, melainkan.
Menyatakan
waktu: apabila, ketika, bila, bilamana, demi, sambil, sebelum, sedang, sejak,
selama, semenjak, sementara, seraya, setelah, sesudah, tatkala, waktu.
Menyatakan tujuan: supaya, agar supaya
dan lain-lain.
Menyatakan
sebab: sebab, karena, karena itu, sebab itu.
Menyatakan akibat: sehingga, sampai.
Menyatakan
syarat: jika, andaikan, asal, asalkan, jikalau, sekiranya, seandainya.
h. Kata
Depan (Prepositio)
Kata depan menurut definisi tradisional, adalah kata
yang merangkaikan kata – kata atau bagian kalimat. Kata - kata depan yang
terpenting dalam bahasa Indonesia adalah :
o
di, ke, dari : Ketiga macam kata depan
ini dipergunakan untuk merangkaikan kata – kata yang menyatakan tempat atau
sesuatu yang dianggap tempat seperti di Jakarta, di rumah, ke rumah, dari
sawah, dari sekolah, dan lain - lain.
o
Bagi kata – kata yang menyatakan orang,
nama orang atau nama binatang, nama waktu atau kiasan dipergunkan kata pada untuk
menggantikan di, atau kata – kata depan lain digabungkan dengan pada misanya:
daripada, kepada.
o
Selain dari pada itu ada kata – kata
depan yang lain, baik berupa gabungan maupun tunggal seperti: di mana, di
sini, di situ, akan,oleh, dalam, atas, demi, guna, buat, berkat, terhadap,
antara, tentang, hingga, dan lain – lain.
o
Di samping itu ada beberapa kata kerja
yang dipakai pula sebagai kata depan, yaitu : menurut, menghadap,
mendapatkan, melalui, menuju, menjelang, sampai.
i.
Kata Sandang atau Articula
Kata sandang itu tidak mengandung suatu arti tetapi
mempunyai fungsi. Fungsi kata sandang adalah sebgai penentu yaitu menentukan kata benda seperti yangbesar,
yang jangkung, dan lain – lain. Kata – kata sandang yang umum dalam
bahasa Indonesia adalah: yang, itu, nya, si, sang, hang, dang. Kata –
kata sang, hang, dang banyak ditemui dalam kesusastraan lama, sekarang
kurang digunakan lagi, kecuali sang, yang kadang – kadang digunakan
untuk mengagungkan dan terkadang untuk menyatakan ejekan atau ironi.
j.
Kata Seru atau Interjectio
Kata seru dianggap sebagai kata paling tua dalam
kehidupan bahasa. Dari awal mula perkembangan umat manusia sedikit demi sedikit
diciptakan sistim – sistim bunyi untuk komunikasi antar anggota masyarakat. Dan
bentuk yang paling tua diciptakan untuk mengadakan hubungan atau komunikasi itu
adalah kata seru.
k. Kata
Berimbuhan
Dalam bahasa Indonesia imbuhan merupakan unsur
yang penting karena imbuhan dapat mengakibatkan perubahan jenis kata, bentuk
kata, dan makna kata.
M. Kata Ulang
Kata ulang yaitu kata dasar yang diulang. Dalam hal
ini yang diulang bukan morfem melainkan kata.kita bisa melihat contoh berikut :
sepeda-sepeda , berasal dari satu kata sepeda. Sebaliknya, kata kupu-kupu
bukanlah kata ulang karena dalam bahasa Indonesia tiak dikenal kupu. Oleh
karena itu, bentuk tersebut bukan merupakan kata ulang.
l.
Kata majemuk
Kata majemuk adalah kata yang terbentuk dari dua
kata yang berhubungan secara padu dan hasil penggabungan itu menimbulkan makna
baru. Kata majemuk memiliki cirri-ciri
sebagai berikut :
Ø Gabungan
kata itu menimbulkn makna baru
Ø Gabungan
kata itu tidk dapat dipisahkan
Ø Gabungan
kata itu tidak dapat disisipi unsur lain
Ø Tidak
dapat diganti salah satu unsurnya
Ø Tidak
dapat dipertukarkan etak unsur-unsurnya
3. Pembentukan Kata
Pembentukan kata ini mempunyai dua
sifat, yaitu membentuk kata-kata yang inflektif, dan kedua yang bersifat
derivatif. Apa yang dimaksud dengan inflektif dan derivatif akan dibicarakan
berikut ini:
Inflektif
Kata-kata dalam bahasa-bahasa
berfleksi, seprti bahasa Arab, bahasa Latin, bahasa Sansekerta, untuk dapat
digunakan di dalam kalimat harus disesuaikan dulu bentuknya dengan
kategori-kategori gramatikal yang berlaku dalam bahasa itu.
Derifatif
Pembentukan kata secara derivatif
adalah membentuk kata baru, kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan
kata dasarnya, contoh dalam bahasa Indonesia dapat diberikan, misalnya, dari
kata air yang berkelas nomina dibentuk menjadi mengairi yang berkelas
verba: dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan yang
berkelas nomina.
C.
Proses Morfemis
Proses morfemis dapat dikatakan
sebagai proses pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan
morfem yang lain yang merupakan bentuk dasar (Cahyono, 1995: 145). Dalam
proses morfemis ini terdapat tiga proses yaitu: afiksasi, pengulangan atau
reduplikasi, dan pemajemukan atau penggabungan (komposisi).
1. Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan
afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses ini terlibat
unsur-unsur:
Dasar
atau bentuk dasar
Afiks
Makna
gramatikal yang dihasilkan
Bentuk (atau morfem) terikat yang
dipakai untuk menurunkan kata disebut afiks atau imbuhan (Alwi dkk., 2003: 31).
Pengertian lain proses pembubuhan imbuhan pada suatu satuan, baik satuan itu
berupa bentuk tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata (Cahyono,
1995:145). Contoh:
Berbaju
Menemukan
Ditemukan
Jawaban.
Bila dilihat pada contoh,
berdasarkan letak morfem terikat dengan morfem bebas pembubuhan dapat dibagi
menjadi empat, yaitu pembubuhan depan (prefiks), pembubuhan tengah (infiks),
pembubuhan akhir (sufiks), dan pembubuhan terbelah (konfiks).
Sesuai dengan sifat kata yang
dibentuknya ada dua jenis afiks yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif.
Afiks inflekif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata
inflektif atau paradigma infleksional.
2. Reduplikasi
Reduplikasi adalah pengulangan
satuan gramatikal, baik seluruhnya maupun sebagian, baik disertai variasi fonem
maupun tidak (Cahyono, 1995:145).Contoh: berbulan-bulan, satu-satu, seseorang,
compang-camping, sayur-mayur.
Dalam
bahasa Indonesia, gejala reduplikasi dapat dibagi kedalam lima bagian, yaitu:
Dwipurwa adalah pengulangan suku pertama pada leksem dengan
pelemahan vokal. Contoh: lelaki, tetamu, sesama, dan pepatah.
Dwilingga adalah pengulangan leksem secara utuh. Contoh: rumah-rumah,
ibu-ibu dan pagi-pagi.
Dwilingga salin suara adalah pengulangan leksem dengan
variasi fonem. Contoh: mondar-mandir, pontang-panting dan bolak-balik.
Dwiwasana adalah pengulangan bagian belakang dari leksem.
Contoh: pertama-tama, sekali-kali dan perlahan-lahan.
Trilingga merupakan pengulangan onomatope dengan tiga kali
variasi fonem. Contoh: cas-cis-cus dan dag-dig-dug.
Khusus mengenai reduplikasi ada
beberapa catatan yang perlu dikemukakan, yakni:
a) Bentuk dasar reduplikasi dapat
berupa morfem dasar seperti meja-meja, bentuk berimbuhan seperti
pembangunan-pembangunan, dan bisa juga bentuk gabungan kata seperti surat-surat
kabar atau surat kabar – surat kabar.
b) Bentuk reduplikasi disertai afiks
prosesnya mungkin (a) proses reduplikasi dan afiksasi bersamaan seperti
berton-ton, (b) proses reduplikasi terlebih dahulu baru disusul proses afiksasi
seperti mengingat-ingat, (c) proses afiksasi terjadi terlebih dahulu baru
proses reduplikasi seperti kesatuan-kesatuan.
c) Pada dasar yang berupa gabungan kata
proses reduplikasi bisa berupa reduplikasi penuh dan reduplikasi parsial.
d) Redupliasi dalam bahasa Indonesia
juga bersifat derivasional, seperti kita-kita, kamu-kamu, di-dia dsb
e) Reduplikasi semantis, yaitu dua buah
kata yang maknanya bersinonim membentuk satu kesatuan gramatikal seperti ilmu
pengetahuan, hancur luluh dan alim ulama.
3. Penggabungan atau Pemajemukan
(komposisi)
Komposisi adalah hasil dan proses
penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang
terikat sehingga membentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas legsikal
yang berbeda atau yang baru. Komposisi dartikan juga sebagai proses pembentukan
kata dari dua morfem bermakna leksikal (Oka dan Suparno, 1994:181).Contoh:Sapu
tangan, Rumah sakit, malaikatmaut dsb
Kita dapat mengatakan bahwa
pemajemukan membentuk kata-kata dan bukan hanya frasa-frasa sintaksis
yang disebabkan oleh perbedaan di antara tekanan pola dalam kata-kata dan
frasa. Pemajemukan yang memiliki kata-kata dalam golongan yang sama sebagai
frasa mempunyai tekanan utama hanya pada kata pertama, sedangkan kata-kata
perseorangan dalam frasa mempunyai penekanan utama sendiri-sendiri. Contoh:
(tekanan utama dilambangkan dengan ´)
Kata majemuk
frasa
bláckbird
bláck bÃrd
mákeup máke
úp
Kata-kata majemuk lain bisa juga
untuk menekankan pola, tetapi hanya jika mereka tidak mampu menjadi frasa. Pola
ini juga hanya menekankan pada kata pertama saja seperti kata majemuk lainnya.
Perbedaan-perbedaan ini sering terjadi, tetapi tidak selalu. Hal ini sering
direfleksikan dalam penulisan umum seperti menulis sebuah kata majemuk sebagai
satu kata atau menggunakan tanda-tanda penghubung untuk menyambung
kata-katanya. Contoh:
eásy-góing
eásy-going
mán-máde
mán-made
hómemáde
homemade
4. Perubahan Intern
Perubahan intern adalah perubahan
bentuk morfem yang terdapat dalam morfem itu sendiri.Di samping
menambahkan imbuhan pada sebuah morfem (afiksasi) atau mengulang seluruh atau
sebagian morfem (reduplikasi) untuk membedakan analisis proses morfologi, ada
juga proses morfologis yang disebut modifikasi internal morfem. Berikut adalah
beberapa contoh dalam bahasa Inggris:
Meskipun
pola biasa dari bentuk jamak ditambahkan pada morfem infleksi, beberapa kata
dalam bahasa Inggris membuat sebuah modifikasi internal, misalnya man tetapi
men, woman tetapi women, goose tetapi geese dan lain-lain.
Pola
biasa dari past tense dan past participle adalah ditambahkannya sebuah imbuhan,
tetapi beberapa verba juga menunjukkan perubahan internal, seperti:
break,
broke, broken
bite, bit,
bitten
ring,
rang, rung
sing, sang, sung.
beberapa
kelas kata hanya bisa berubah dengan menggunakan modifikasi internal, seperti:
strife,
strive
teeth,
teethe
breath,
breathe
life, live
(V)
life, live
(adj).
5. Suplisi
Suplisi adalah proses morfologis yang menyebabkan adanya
bentuk sama sekali baru.Situasi ini muncul karena ada dua kata berbeda yang
ditafsirkan memiliki arti yang sama diinterpretasikan sebagai kata yang sama.
Sebagai contoh dalam bahasa Inggris akhiran verba beraturan bentuk past tense
dibentuk dengan menambahkan /-† /, /-d /, or /-É™d /. Kebanyakan
kata-kata dalam bahasa Inggris, begitu juga kata-kata susunan baru dalam bahasa
Inggris seperti scroosh atau blat akan mempunyai format past
tense ini.
walk
/wak/
walked /wak†/
scroosh
/skruš/
scrooshed
/skruÅ¡†/
Ada juga beberapa kelas kata umum dalam bahasa Inggris
bentuk past tense yang berubah huruf vokalnya, misalnya:
sing
/sÒ‘Å‹/
sang
/sæŋ/
run
/r^n/
ran
/ræŋ/
Bahasa Arab klasik memberikan contoh lain. Bentuk jamak yang
normal untuk kata benda diakhiri dengan /-a†/ dengan memperpanjang bunyi
hurufnya. Contoh:
/dira:sa†/
‘(a) study’
/dira:sa:†/ ‘studies’
/haraka†/
‘movement’
/haraka:†/ ‘movements’
6. Modifikasi kosong
Modifikasi kosong ialah proses
morfologis yang tidak menimbulkan perubahan pada bentuknya tetapi konsepnya
saja yang berubah.Contoh: read- read-read
7. Konversi
konversi sering juga disebut
derivasi zero, transmutasi, dan transposisi yaitu proses pembentukan kata dari
sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. Kata free dalam kalimat the old free fell adalah sebuah nomina, tetapi dalam the dogs will free the coon adalah
bentuk verba yang persis sama dengan bentuk nominanya.
8.
Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan
bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk
singkat. Tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Seperti lab
(untuk laboratorium), hlm (untuk halaman), hankam (untuk pertahanan dan
keamanan) dan SD (untuk Sekolah Dasar)
Proses morfemis menurut Verhaar
- Afiksasi adalah pengimbuhan afiks
- Prefix adalah imbuhan di sebelah kiri bentuk dasar.Contoh: mengajar
- Sufiks adalah imbuhan di sebelah kanan bentuk dasar. Contoh: ajarkan
- Infiks adalah imbuhan yang disisipkan dalam kata dasar. Contoh: gerigi
- Konfiks adalah imbuhan dan akhiran pada sebuah bentuk dasar. Contoh: perceraian
- Fleksi adalah afiksasai yang terdiri atas golongan kata yang sama. Contoh: mengajar – diajar
- Derifasi adalah afiksasi yang terdiri atas golongan kata yang tidak sama. Contoh: mengajar – pengajar
- Interfiks yaitu suatu jenis infiks yang muncul di antara dua unsur. Dalam bahasa indonesia interfiks terdapat pada kata-kata bentukan baru, misalnya: interfiks –n-dan –o. Contoh: indonesia-logi → indonesianologi dan jawa-logi → jawanologi.
D.
Morfofonemik
Morfofonemik, di sebut juga
morfonemik , morfofonologi,atau morfonologi, tau peristiwa perubahannya wujud
morfemis dalamsuatu proses morfologis, baik afiksasi,reduplikasi, maupun
komposisi.
Perubahan fonem dalam proses
morfofonemik ini dapatberwujud:
(1) pemunculan fonem,
(2) pelepasan fonem,
(3) peluluhanfonem,
(4) perubahan fonem
Perubahan-perubahan itu tergantung pada kondisi bentuk dasar yang
mengikutinya.
Contoh.
a. Fonem
/N/ Morfem meN- dan peN- berubah menjadi fonem /m/ apabila bentuk dasar yang
mengikutinya berawalan p,b,f.
meN- +
paksa ____ memaksa
peN- +
bantu ____ pembantu
b. meN-
dan peN- berubah menjadi fonem /m/ ---(t,d,s)
c. meN-
dan peN- berubah menjadi fonem /meng-/ ---(k,g,h dan vokal).
d. meN-
dan peN- berubah menjadi fonem /meny-/ ---(s,c,j).
(5) pergeseran fonem.
Pergeseran perubahan fonem adalah
pindahnya sebuah fonem dari silabel yang satu ke silabel yang lain, biasanya ke
silabel berikutnya.
DAFAT PUSTAKA
Akhadiah, Sabarti M.K., 2009. KajianBahasa Indonesia I. Jakarta:
DepartemenPendidikandanKebudayaan.
Faisal, M., dkk. 2009. KajianBahasa Indonesia SD. Jakarta:
DirektoratJendralPendidikanTinggiDepartemenPendidikanNasional.
Finoza,
Lamuddin. 2008. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diks
http://gemasastrin.wordpress.com/2009/06/24/struktur-hirarkis-kata-kata-dan-proses-pembentukan-kata-dalam-bahasa/
RESUME KAJIAN
KEBAHASAAN SD
Tentang
TATANAN LINGUISTIK (3) : SINTAKSIS
Oleh
Kelompok 5:
1.
AMRI RAZAK ( 1200557)
2.
ALDO JUANDRI ( 1200709)
3.
LUSIANA SAUDELLA (1200643)
4.
VINA IASHA (1200586)
Dosen Pembimbing: Nur Azmi Alwi,S.S,M.Pd
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UPP IV BUKITTINGGI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013
Morfologi
dan sintaksis adalah bidang tataran iinguistik yang secara tradisional disebut
tata bahasa atau grarnatika. Morfosintaksis merupakan gabungan dari morfologi
dan sintaksis. Morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan
sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain, atau
unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran.
1.StrukturSintaksis
Secara umum
struktur sintaksis itu terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek
(O), dan keterangan (K). Susunan fungsi sintaksis tidak selalu berurutan S, P,
O dan K. Keempat fungsi ini tidak harus ada dalam setiap struktur
sintaksis.Namun banyak pakar yang menyatakan bahwa suatu struktur sintaksis
minimal harus memiliki fungsi Subyek dan fungsi Predikat.
Mengenai
harus munculnya sebuah Objek pada kalimat yang Prediatnya bebera verba
transitif, ternyata dalam bahasa Indonesia ada sejumlah verba transitif yang
Obyeknya tidak perlu ada, yaitu verba yang secara simatik menyatakan
”kebiasaan” atau verba itu mengenai orang pertama tunggal atau orang banyak
secara umum.
Adapula
pendapat lain yang menyatakan bahwa hadir tidaknya suatu fungsi sintaksis
tergantung pada konteksnya. Umpamanya dalam kalimat jawaban, kalimat perintah,
dan kalimat seruan. Maka yang muncul hanyalah fungsi yang menyatakan jawaban,
perintah, atau seruan itu. Para ahli tata bahasa tradisional berpendapat bahwa
fungsi Subyek harus diisi oleh kategori nomina, fungsi Predikat oleh kategori
verba, fungsi Obyek oleh kategori nomina., dan fungsi Keterangan oleh kategori
adverbia. Akibat dari pandangan ini maka kalimat ”dia guru” adalah salah yang
seharusnya kalimat itu diberi kata adalah atau menjadi.
Eksistensi
struktur sintaksis terkecil di topang oleh urutan kata, bentuk kata yang
intonasi. Urutan kata ialah letak atau posisi kata yang satu dengan yang lain
dalam suatu konstruksi sintaksis. Konstruksi tiga jam memiliki makna berbeda
dengan konstruksi tiga jam. Bentuk kata umpamanya kalau kata melirik pada
kalimat nenek melirik kakek di ganti dengan dilrik, maka makna kata tersebut
menjadi beruah. Alat sintaksis ketiga yang dalam bahasa di tulis tidak dapat
digambarkan secara akurat dan teliti yang akibatnya seringkali menimbulkan
kesalahpahaman adalah intonasi. Perbedaan modus kalimat bahasa Indonesia
tampaknya lebih ditentukan oleh intonasinya daripada komponen segmentalnya.
batas antara subjek dan predikat dalam bahasa Indonesia biasanya ditandai
dengan intonasi berupa pada naik dan tekanan. Kelompok kata atau frase dalam
bahasa Indonesia batasnya juga sering ditandai dengan tekanan pada kata
terakhir.
Alat
sintaksis yang keempat adalah konektor yang biasanya berupa sebuah morfem atau
gabungan morfem yang secara kuantitas merupakan kelas yang tertutup. Dilihat
dari sifat hubungannya konektor ada dua macam yaitu konektor koordinatif dan
konektor subordinatif.
2.Kata sebagai satuan sintaksis
Dalam
tataran morfologi kita merupakan satuan terbesarm tetapi dalam tataran
sintaksis kata merupakan satuan terkecil. Yang secara hierarkiral menjadi
komponen pembentuk frase. Kata sebagai pengisi satuan sintaksis ada dua macam,
yaitu kata penuh (fullword) dan kata tugas (function word).
Yang
merupakan kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, verba,
ajektiva, adverbia, dan numeralia. Sedangkan yang termasuk kata tugas adalah
kata-kata berkategori dan konjungsi.
3. Frase
Pengertian Frase
Frase lazim
didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi satah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Frase tidak memiliki
makna baru, melainkan makna sintaktik atau makna gramatikal bedanya dengan kata
majemuk yaitu kata majemuk sebagai komposisi yang memiliki makna baru atau
memiliki satu makna.
Jenis Frase
1. Frase Eksostentrik
Frase eksosentrik adalah frase yang komponen
komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.
Misalnya, frase di pasar, yang terdiri dari komponen di dan komponen pasar.
Frase eksosentirk biasanya dibedakan atas frase eksosentrik yang direktif dan
frase eksosentrik yang nondirektif. Frase eksosentrik yang direktif komponen
pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke dan dari, dan komoponen keadaanya
berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina. Frase
eksostentrik yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus, saperti si
dan sang atau kata lain seperti y ang para dan kaum, sedangkan komponen
keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategorinomina, ajetifa, atau verba.
2. Frase Endosentrik
Frase endosentrik adalah frase yang salah satu unsurnya
atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama dengan keseluruhannya.
Misalnya, sedang komponen keduanya yaitu membaca dapat menggantikan kedudukan
frase tersebut.
3. Frase Koordinatif
Frase koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya
terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara
potensial dapat dihubungkan oleh kunjungsi koordinatif.
4. Frase Apositif
Frase apositif
adalah frase koordinatif yang kedua k komponenanya saling merujuk sesamanya,
dan oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
PerluasanFrase
Salah satu ciri prase adalah bahwa frase itu dapat
diperluas, maskudnya frase itu dapat diberi tambahan komponen baru sesuai
dengan konsep atau pengertian yang ditampilkan. Dalam bahasa Indonesia,
perluasan frase sangat produktif. Pertama, karena untuk menyatakan
konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus sekali, biasanya
diterangkan secara leksikal. Faktor kedua adalah bahwa pengungkapan konsep
kata, modalitas aspek, jenis, jumlah ingkar, dan pembatas tidak dinyatakan
dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa perfiks, melainkan dinyatakan dengan
unsur leksikal. Faktor lain adalah keperluan untuk memberi deskripsi secara
terperinci terhadap suatu konsep terutama untuk konsep nomina biasanya
digunakan konjungsi.
4.Klausa
Klausa merupakan tataran dalam sintaksis yang berada diatas tataran frase dan dibawah tatarankalimat.
Klausa merupakan tataran dalam sintaksis yang berada diatas tataran frase dan dibawah tatarankalimat.
4.1.PengertianKlausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan
kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen,
berupa kata atau frase, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain
berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan.
Sebuah konstruksi disebut kalimat kalau kepada
konstruksi itu diberikan intonasi final atau intonasi kalimat. Jadi, konstruksi
nenek mandi baru dapat disebut kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final
kalau belum maka masih berstatus klausa. Tempat klausa adalah di dalam kalimat.
4.2.JenisKlausa
Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan adanya klausa
bebas dan klausa terikat. Klausa bebas
dalah klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap, sekurang-kurangnya mempunyai
subyek dan predikat, dan karena itu mempunyai potensi untuk menjadi kalimat
mayor.
Klausa terikat memiliki struktur yang tidak lengkap.
Berdasarkan kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat dibedakan
adanya klausa verbal, klausa nominal, klausa ajektival, klausa adverbial dan
klausa preposisional. Dengan adanya berbagai tipe verba, maka dikenal adanya
klausa transitif, klausa intransitif, klausa refleksif dan klausa resprokal.
Kluasa ajektival adalah klausa yang predikatnya
berkategori ajektiva, baik berupa kata maupun frase. Klausa adverbial adalah
klausa yang predikatnya berupa adverbial. Klausa preposisional adalah klausa
yang predikatnya berupa frase berkategori.
Klausa numeral adalah klausa yang predikatnya berupa
kata atau frase numerila. Klausa berupasat adalah klausa yang subjeknya terikat
didalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang
juga berlaku sebagai subjek.
5.Kalimat
5.1.Pengertian
Kalimat
Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang
berisi pikiran yang lengkap. Dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis
yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) kalimat adalah satuan sintaksis yang
disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan
konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final. Intonasi final
yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga buah, yaitu intonasi deklaratif,
intonasi interogratif(?)dan intonasi seru(!)
5.2.Jenis Kalimat
Jenis
kalimat dapat dibedakan berdasarkan berbagai, kriteria atau sudut pandang.
5.2.1.Kalimat
inti dan Kalimat Non Inti
Kalimat inti atau disebut kalimat dasar, adalah
kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap bersifat deklaratif, aktif,
atau netral, dan afirmarif. Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti
dengan berbagai proses transformasi, seperti transformasi pemasifan,
transformasi pengingkaran, transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan,
transformasi penginversian, trartsformasi pelesapan, dan transformasi
penambahan. Di dalam praktek berbahasa, lebih banyak digunakan kalimat non inti
daripada kalimat inti.
5.2.2.Kalimat
Tunggal dan Kalimat Majemuk
Kalau klausanya hanya satu, maka kalimat tersebut
disebut kalimat tunggal. Kalau klausa di dalam kalimat terdapat lebih dari
satu, maka kalimat itu disebut kalimat majemuk. Berdasarkan sifat hubungan
klausa di dalam kalimat, dibedakan adanya kalimat majemuk koordinatif
(konjungsi koordinatif seperti dan, atau, tetapi, lalu) kalimat majeuk
subordinatif (kalau, ketika, meskipun, karena) dan kalimat majemuk kompleks (
terdiri dari tiga klausa atau lebih, baik dihubungkan secara koordinatif maupun
subrodinatif atau disebut kalimat majemukcampuran.
5.2.3.KalimatMayordanKalimatMinor
Kalau klausa lengkap sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat, maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Kalau klausanya tidak lengkap, entah terdiri subjek saja, predikat saja, ataukah keterangan saja, maka kalimat tersebut disebut kalimat minor.
5.2.4.KalimatVerbaldanKalimatNon-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan frase atau frase verbal, bisa nomina, ajektiva, adverbial, atau juga numeralia. Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verba, maka biasanya dibedakan pula adanya kalimat transitif, kalimat intransitif, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat dinamis, kalimat statis, kalimat refleksif, kalimat resiprokal dan kalimat ekuatif.
5.2.5.KalimatBebasdanKalimatTerikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap, atau menjadi pembuka paragraf atau wawancara tanpa bantuankonteks.
5.2.3.KalimatMayordanKalimatMinor
Kalau klausa lengkap sekurang-kurangnya memiliki unsur subjek dan predikat, maka kalimat itu disebut kalimat mayor. Kalau klausanya tidak lengkap, entah terdiri subjek saja, predikat saja, ataukah keterangan saja, maka kalimat tersebut disebut kalimat minor.
5.2.4.KalimatVerbaldanKalimatNon-Verbal
Kalimat verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat yang predikatnya berupa kata atau frase yang berkategori verba. Sedangkan kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan frase atau frase verbal, bisa nomina, ajektiva, adverbial, atau juga numeralia. Berkenaan dengan banyaknya jenis atau tipe verba, maka biasanya dibedakan pula adanya kalimat transitif, kalimat intransitif, kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat dinamis, kalimat statis, kalimat refleksif, kalimat resiprokal dan kalimat ekuatif.
5.2.5.KalimatBebasdanKalimatTerikat
Kalimat bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran lengkap atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai ujaran lengkap, atau menjadi pembuka paragraf atau wawancara tanpa bantuankonteks.
5.3.IntonasiKalimat
Dalam bahasa Indonesia intonasi tidak berlaku pada
tataran fonologi dan morfologi, melainkan hanya berlaku pada tataran sintaksis.
Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa.
Ciri-ciri intonasi berupa tekanan tempo dan nada.
5.4.Modus,Aspek,Kala,Modalitas,FokusdanDiatesis
5.4.1.Modus
5.4.1.Modus
Modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana
psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca tentang apa yang diucapkannya.
Ada beberapa macam modus antara lain modus indikatif atau modus deklaratif,
modus optatif, modus imperatif, modus interogratif, modus obligatif, modus
desideratif, dan modus kondisional.
5.4.2.Apsek
Aspek adalah cara unatuk memandang pembentukan waktu
secara internal didalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Berbagai
macam aspek antara lain : aspek kuntinuatif, aspek inseptif, aspek progresif,
aspek repetitif, aspek perfektif, aspek imperfektif, dan aspek sesatif.
5.4.3.Kala
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang
menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang
disebutkan di dalam predikat.
5.4.4.Modalitas
Modalitas adalah keterangan dalam kalimat yang
menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai
perbuatan, keadaan dan peristiwa atau juga sikap terhadap lawan bicara.
5.4.5.Fokus
Fokus adalah unsur yang menonjol bagian kalimat
sehingga perhatian pendengar atau pembacatertujupadabagianitu. Fokus kalimat
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama yang memberi tekanan pada kalimat
yang difokuskan. Kedua dengaa mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan.
Ketiga, dengan cara memakai partikul pun, yang, tentang dan adalah pada bagian
kalimat yang difokuskan. Keempat dengan mengontraskan dua bagian kalimat dan
yang kelima dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.
5.4.6.Diatesis
Diatesis adalah gambaran hubungan antara pelaku atau
peserta dalam kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu.
Beberapa macam diatesis antara lain diatesis aktif, diatesis pasif, diatesis
refleksif, diatesis resiprokal, dan diatesis kausatif.
6.Wacana
Kalimat atau kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur
pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana.
6.1. Pengertian Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang
lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan gramatikal tertinggi atau
terbesar. Persyaratan gramatikal dalam wacana akan terpenuhi kalau dalam wacana
itu sudah terbina kekhohesian maka akan terciptalah erensian.
6.2. Alat
Wacana
Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk
membuat sebuah wacana menjadi kohesif antara lain : konjungsi, kedua
menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis,
ketiga menggunakan elipsis.Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang
kohesif dan koherens dapat juga dibuat dengan bantuan pelbagai aspek semantik.
6.3. Jenis
Wacana
Berbagai jenis wacana sesuai dengan sudut pandang dari
mana wacana itu dilihat. Pertama-tama di lihat adanya wacana lisan dan wacana
tulis berkenaan dengan sarannya, yaitu bahasa lisan dan bahasa. Dilihat dari
penggunaan bahasanya ada wacana prosa dan wacana puisi.
6.4.
Subsatuan Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang utuh dan lengkap,
maksudnya adalah wacana ini satuan ”ide” atau ”pesan” yang disampaikan akan
dapat dipahami pendengar atau pembaca tanpa keraguan, atau tanpa merasa adanya
kekurangan informasi dari ide atau pesan yang tertuang dalam wacana itu.
7. Catatan
Mengenai Hierarki Satuan
Fonem membentuk morfem, lalu morfem akan membentuk
kata, kemudian kata akan membentuk frase, selanjutnya frase akan membentuk
klausa, sesudah itu klausa akan membentuk kalimat, dan akhirnya kalimat akan
membentuk wacana.
Kiranya urutan hieraki itu adalah urutan normal teoritis disamping urutan normal itu bisa dicatat adanya kasus pelompatan tingkat, pelapisan tingkat, dan penurunan tingkat.
Kiranya urutan hieraki itu adalah urutan normal teoritis disamping urutan normal itu bisa dicatat adanya kasus pelompatan tingkat, pelapisan tingkat, dan penurunan tingkat.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,Abdul.1994.Linguistik
Umum.Jakarta:Rineka
Abercrombie,D.1967.Elements of General Phonologi.Edinburgh:Edinburgh
University Press
Altchison,Jesn.1972.General Linguistics. London:The English
Universities Press Ltd